JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Litbang Kompas pada Juni 2022 menunjukkan turunnya kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin di bidang politik dan keamanan sebesar 4,5 persen dari angka 77,6 persen pada Januari 2022.
Jika dilihat dari deretan hasil survei sepanjang periode kedua pemerintahan Jokowi, nilai kinerja di bidang polkam kali ini tergolong ”lumayan”.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Tingkat Kepuasan Publik terhadap Jokowi-Maruf Turun 6,8 Persen
Disebut lumayan karena sama dengan nilai pada triwulan pemerintahan pada bulan Januari 2015 yang dinilai sebagai masa ”euforia” pemilu presiden dan lebih tinggi daripada penilaian pada Maret-Oktober 2019.
Baca juga: Para Menteri Kepercayaan Jokowi yang Sepi dari Isu Reshuffle
Namun, survei memberi peringatan untuk memberi perhatian khusus pada angka penurunan kepuasan publik di banyak lini yang mengindikasikan bahwa dalam lima bulan terakhir, pemerintah belum sepenuhnya mampu mengendalikan persoalan politik dan keamanan di masyarakat.
Kinerja Jokowi-Ma'ruf mengalami penurunan dalam lima persoalan politik dan keamanan, yaitu:
Perbaikan kinerja pemerintah dalam aspek penanganan konflik-separatisme terus dihadapkan pada berulangnya kekerasan di Papua yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Setidaknya, hingga 12 April 2022, ada delapan kali serangan yang dilakukan KKB hingga mengakibatkan 6 prajurit TNI dan 10 warga meninggal.
Selain Papua, teror keamanan juga terjadi di Aceh pada 12 Mei 2022. Kasus terakhir ialah penembakan warga Aceh Besar yang menewaskan dua orang. Sebelumnya, Komandan Badan Intelijen Strategis Pidie juga tewas ditembak pada November 2021.
Baca juga: TNI AD Akan Sanksi Tegas Prajurit yang Jual Amunisi ke KKB
Gejolak keamanan dan rentetan kemelut politik terbukti dapat menjadi bola liar yang mengganggu penilaian kinerja pemerintah.
Tiga hal yang perlu dicermati pemerintah untuk meminimalkan munculnya gejolak politik adalah (1) tensi politik yang menghangat menjelang Pemilu 2024 dan berpotensi memicu konflik akibat keterbelahan masyarakat akan pilihan politik; (2) fokus kerja pemerintah yang bakal terpecah oleh isu politik terutama koalisi parpol dan pencalonan presiden; (3) persoalan di luar politik di tengah masyarakat, yaitu masalah kenaikan harga-harga barang.
Kebebasan berpendapat
Ketidakpuasan publik terhadap aspek kebebasan berpendapat bisa dilacak dari beberapa kasus dalam lima bulan terakhir.
Masyarakat yang merasa tidak banyak didengarkan dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah melampiaskannya melalui unjuk rasa.
Contohnya saja pembahasan undang-undang strategis bagi pemerintah, seperti UU Cipta Kerja dan UU Ibu Kota Negara (IKN), yang kurang melibatkan masyarakat karena begitu cepatnya proses pembahasannya.
Baca juga: Sikat Tertutup Pemerintah dan DPR Bahas RKUHP Dinilai Melecehkan Rakyat
Bahkan, UU Cipta Kerja dinyatakan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi. Kini, UU IKN tengah diuji konstitusional menyusul banyaknya gugatan dari sejumlah kelompok masyarakat.
Tuntutan untuk melibatkan pengawasan publik juga mengemuka saat pemerintah mulai mengisi penjabat kepala daerah sebagai pengganti kepala/wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum pilkada serentak 2024 karena menyisakan polemik seperti penunjukan tokoh berlatar militer hingga ditolaknya usulan penjabat yang ditunjuk pemerintah pusat oleh daerah.
Turunnya apresiasi tersebut sejalan juga dengan melemahnya Indeks Kebebasan Pers di Indonesia dari 62,60 pada 2021 menjadi 49,27 di 2022.
Baca juga: Kecam Peretasan Terhadap Ketumnya, AJI: Ancaman Serius Bagi Kebebasan Pers
Hasil pemeringkatan yang disusun lembaga Reporters Without Borders (RSF) ini menunjukkan komitmen Presiden Jokowi yang belum sepenuhnya berpihak pada kebebasan pers, khususnya di Papua.
Di tempat lain, jurnalis juga menghadapi aksi premanisme yang meneror para pekerja media.
Dengan berbagai kondisi ini, terhambatnya kesempatan masyarakat untuk mengawal jalannya pemerintahan dapat dilihat sebagai bagian dari dominannya kekuasaan pemerintah.
Kuatnya peran pemerintah dan koalisi pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Ma’ruf Amin di parlemen sedikit banyak mulai menutup akses terhadap partisipasi warga.
Karena itu, tidak ada cara lain bagi pemerintah untuk mengembalikan dukungan publik selain merespons cepat setiap gejolak yang terjadi di masyarakat.
Pemerintah perlu menunjukkan diri dengan cepat menangani isu yang muncul demi mencapai target pembangunan strategis yang sudah dicanangkan.
Baca selengkapnya terkait survei Litbang Kompas di Kompas.id, klik Survei Litbang Kompas: Gejolak Politik Mengikis Apresiasi Publik.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.