Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Strategi "Blitzkrieg" Nasdem: Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Andika Perkasa

Kompas.com - 19/06/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RAPAT Kerja Nasional Partai Nasional Demokrat (Rakernas Partai Nasdem) baru saja usai dengan klimaks politik.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengumumkan tiga bakal calon presiden untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, masing-masing Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (Kompas.com, 17/06/2022).

Tiga nama bakal calon presiden tersebut berasal dari usulan-usulan dewan perwakilan wilayah Nasdem seluruh Indonesia.

Menjadi menarik, dua nama bakal capres unggulan Nasdem, yakni Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan selalu bertengger di jajaran lima besar capres hasil survei dari berbagai lembaga survei termasuk Nusakom Pratama dua tahun terakhir ini.

Tidak ada hal yang baru dan mengejutkan sebetulnya dari pengumuman Rakernas Partai Nasdem tersebut, selain “terpelantingnya” nama Menteri BUMN Erick Thohir yang semula digadang-gadang masuk dalam pengumuman nominasi capres Nasdem.

Andika Perkasa walau tidak pernah masuk dalam jajaran lima besar capres unggulan survei beberapa lembaga survei, namun dengan masuknya ke dalam radar politik Nasdem membuat nama Panglima TNI itu akan menjadi “meteor” pemikat untuk partai-partai politik.

Ada semacam kredo masa lalu peninggalan rezim Orde Baru, kestabilan politik kepemimpinan nasional bisa berjalan jika milter mendapat panggung kekuasaan.

Bisa jadi, nama Panglima TNI Andika Perkasa menjadi jawaban tradisi militer di panggung kekuasaan seperti Soeharto – Susilo Bambang Yudhoyono di posisi RI-1 atau Umar Wirahadikusuma dan Try Sutrisno di pentas RI-2.

Keputusan Nasdem untuk “mendahului” mengeluarkan nama bakal capres terbilang paling cepat dan paling berani di antara partai-partai politik lain.

Sementara masih ada partai besar yang “kelimpungan” menentukan kader terbaiknya untuk disorong menjadi capres, Nasdem telah mencontohkan rasa percaya dirinya dalam pentas politik.

Sementara partai-partai sibuk merapatkan barisan untuk membentuk koalisi, Nasdem begitu yakin sendirian menyebut nama bakal capres.

Dan sementara ada partai lain yang “kebingungan” mencari sekondan koalisi, jutru Nasdem begitu over confident akan ada partai lain yang “bergerak” untuk bergabung dengannya.

Tentu saja dengan pengumuman bakal capres versi Nasdem akan “memancing” partai-partai lain yang suaranya tidak cukup untuk mengusung capres sendiri akan “berpikir” ulang untuk mencari manuver politik.

Apakah akan tetap “keukeuh” menjajakan capres menurut versinya ataukah “terpaksa” bergabung dengan Nasdem karena ketakutan imbas electoral votes bagi partainya jika tetap “ngotot” mendeklarasikan capres “abal-abal”.

Jika Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN) telah seia sekata merapatkan barisan dalam Koalisi Indonesia Bersatu, tentu saja strategi ini semakin mengecilkan peluang munculnya koalisi-koalisi lain yang bisa mengajukan capres-cawapres.

Bisa jadi pula, keberanian Nasdem dengan strategi “blitzkrieg”-nya menarik partai lain untuk bergabung dengan menyodorkan tawaran cawapres.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang selalu “harga mati” menjajakan Muhaimin Iskandar sebagai capres, bisa pula akhirnya rela men-down grade Cak Imin sebagai cawapres jika pada akhirnya berlabuh dengan Nasdem.

Harus diakui, tiga nama bakal capres Nasdem berkategori premium sehingga laik jual di perhelatan Pilpres.

Blitzkrieg ala Nasdem

Meminjam istilah strategi perang tantara Jerman di Perang Dunia II, taktik blitzkrieg begitu mengagetkan tantara Sekutu karena begitu efektif menguasai kantung-kantung pertahan lawan karena serangan terpadu dari matra darat, matra udara dan matra laut.

Kekuatan militer Sekutu yang berpusat di satu lokasi, sempat lumpuh dengan serangan cepat blitzkrieg Jerman.

Jika selama Perang Dunia I (1914 – 1918) merupakan teater sebuah perang statis berupa perang parit di mana para prajurit “mati-matian” bertahan di parit pertahanan sembari berusaha merebut parit pertahanan milik lawan.

Di awal Perang Dunia II, 1 September 1939 Jerman memamerkan taktik perang yang baru yang disebut perang kilat atau blikzkrieg.

Dalam blitzkrieg tidak dikenal dengan adanya parit atau benteng pertahanan, justru pertahanan terbaik datang dari strategi pengerahan gabungan pasukan yang terus bergerak (Kompas.com, 01/09/2014).

Pengumuman tiga bakal capres Nasdem itu saya analogikan dengan taktik blitzkrieg karena mendahului “pergerakkan” partai-partai dalam mengumumkan capres.

Tidak bisa disebut prematur mengingat Nasdem tidak langsung mengumumkan capres tunggal melainkan “mengambangkan” kepada tiga sosok unggulan.

Direncanakan Nasdem baru mendeklarasikan capres tunggal pada bulan Desember mendatang.

Selama ini, manuver partai-partai politik dalam membentuk koalisi atau akan mengumumkan capres menunggu sikap PDI Perjuangan (PDIP) mengingat hanya partai besutan Megawati Soekarnoputri yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres sendiri.

Partai Gerindra yang telah menemukan “chemistry” dengan PDIP tentu juga “was-was” dengan sikap PDIP yang belum juga menentukan siapakah yang akan diajukan partai berlogo banteng itu sebagai calon, apakah Ketua DPR Puan Maharani atau kader lain?

Apakah Prabowo Subianto di posisi capres ataukah Prabowo sudi menerima tawaran sebagai cawapres?

Jika Puan yang diajukan PDIP, pasti Prabowo akan meminta privilege dengan posisi tawar sebagai calon RI-1 walau suara perolehan Gerindra di Pemilu 2019 lalu di bawah suara raihan PDIP.

Arus besar di tubuh Partai Gerindra sendiri secara kompak bersatu tetap mendukung penuh pencalonan Prabowo Subianto sebagai capres.

Pencalonan Prabowo seperti serial atau episode sambung-menyambung yang tiada henti, terhitung sejak berduet dengan Megawati Soekarnoputeri di Pilpres 2009 sebagai cawapres, menggandeng Hatta Rajasa di Pilpres 2014 dan Sandiaga Uno di Pilpres 2019 sebagai capres.

Walaupun Sandiaga Uno menjadi Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra dan memiliki elektabilitas yang moncer, nama Prabowo tetap menjadi “junjungan” prioritas dari Gerindra.

Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik yang “ketahuan” menduakan dukungan kepada Anies Baswedan, harus siap menerima konsekuensi politik berupa pencopotan jabatannnya di DPRD DKI.

Pertemuan Ketua Umum PKB Cak Imin dengan Prabowo di kediaman Menteri Pertahanan di Jalan Kertanegara, Jakarta, Sabtu (18/06/2022), usai dilancarkan serangan “blitzkrieg” Nasdem bisa dimaknai sebagai langkah antisipasi kedua elit dari PKB dan Gerindra untuk mencari kemungkinan dan alternatif koalisi.

Jika skenarionya kedua partai ini “kawin”, maka dapat dipastikan akan mengusung duet Prabowo Subianto – Cak Imin.

Sebagai langkah pengaman, suara PKS harus diambil agar suara ketiga partai ini cukup untuk maju di pentas Pilpres 2024.

Dalam pekan-pekan mendatang usai Nasdem melancarkan “blitzkrieg” di panggung politik jelang suksesi, akan ada lagi pertemuan, silaturahmi dan penjajakan koalisi untuk mencari “aman” bagi partai-partai dalam men-deal-kan calon-calon unggulannya.

Ibarat praktik pedagang di pasar, semua pedagang sibuk menjajakan dagangannya ke sana-ke mari.

Kegagalan kaderisasi di Nasdem

Jika di satu sisi pengumuman tiga bakal capres dari Nasdem yang mendahului partai-partai lain dianggap langkah jitu dan cerdas, tetapi di sisi lain juga menunjukkan Nasdem gagal dalam melakukan proses kaderisasi.

Dari tiga nama yang dielu-elukan di Rakernas Nasdem sebagai capres, tidak satupun yang berasal dari kader internal Nasdem.

Anies Baswedan jelas bukan “orang” partai dan di Pilkada DKI lalu tidak didukung Nasdem.

Nasdem menolak penggunaan politik identitas dalam ajang kampanye politik, tetapi di Pilkada DKI silam, justru pendukung dan relawan Anies Baswedan menggunakan politik identitas untuk menghantam kompetitornya.

Jenderal Andika Perkasa masih berstatus militer aktif dan baru boleh terjun ke politik praktis usai memasuki masa pensiun pada tanggal 21 Desember 2022 nanti sesuai Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004.

Atau ada pilihan lain, Andika bisa memilih pensiun dini agar bisa fokus di politik. Dalam perkiraan saya, Andika tidak akan mundur mengingat sisa waktu dari sekarang hingga masa pensiunnya tiba justru akan lebih efektif dalam melakukan positioning dan branding saat masih menjabat Panglima TNI ketimbang berada di luar tugas militer.

Ganjar Pranowo jelas kader tulen PDIP, bahkan telah bergabung di PDI sebelum PDIP terbentuk. Ganjar ikut merasakan kerasnya pertarungan politik Megawati ketika “dikuyo-kuyo” rezim Soeharto.

Ganjar telah membangun elan perjuangan sejak mahasiswa, anggota parlemen hingga menjabat gubernur Jawa Tengah.

Dengan menyebutkan bakal capres unggulan yang tidak satupun berasal dari kader internal membuktikan belum ada kader Nasdem yang mumpuni menyaingi nama-nama yang muncul di pentas capres-cawapres pilihan masyarakat yang selama ini tersaring dari berbagai jajak pendapat.

Nasdem memiliki kader-kader yang duduk di kabinet seperti Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Komunikasi Informasi Johnyy Gerard Plate serta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Belum lagi beberapa kader partai besutan Surya Paloh juga menjabat sebagai kepala daerah di banyak daerah.

Pencalonan Ganjar dari Nasdem tentu saja memantik relasi ketidakharmonisan PDIP dengan Nasdem. Mencalonkan Ganjar tanpa keinginan yang bersangkutan sama saja dengan “membajak” kader partai lain.

Seperti tidak punya pacar idaman sendiri, mengapa sampai harus “merebut” pacar milik orang lain? Demikian meminjam istilah romansa remaja zaman sekarang.

Jika dampak strategi “blitzkrieg” Nasdem menimbulkan ketidakharmonisan dengan PDIP maka prospek koalisi antara ke dua partai ini ke depannya akan sulit terjadi.

Sukses strategi blitzkrieg Jerman yang berhasil merebut Polandia, Belgia, Belanda dan Perancis di 1940 serta diterapkan Jenderal Erwin Rommel di teater perang Afrika bisa jadi menjadi bayang fatamorgana di dunia politik kita.

Ataukah penyebutan tiga bakal capres unggulan Nasdem hanyalah berharap mendapat efek ekor jas atau coat tail effect?

Penyebutan nama Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Andika Perkasa yang memiliki pengaruh electoral votes tentunya akan berimbas kepada raihan suara Nasdem di pemilu mendatang.

Akan menjadi mbelgedes jika pada akhirnya hanya nama Anies Baswedan – misalnya – yang akan dimunculkan Nasdem sebagai capres “resmi”, sementara nama Ganjar Pranowo dan Andika Perkasa atau pun sebaliknya, Andika yang diusung sementara Anies dan Ganjar yang dijadikan “tumbal”, maka jelas terlihat semuanya hanyalah gimmick politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com