KOMPAS.com – Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan yang menunjukkan bahwa antara pasangan tersebut tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Menurut undang-undang ini, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Lalu, apa penyebab gugatan cerai tidak dikabulkan?
Baca juga: Cara Menggugat Cerai Suami
UU Perkawinan menegaskan, harus ada alasan-alasan tertentu yang dapat dibuktikan dalam sidang pengadilan agar perceraian dapat terjadi.
Alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut undang-undang ini, yaitu:
Untuk pasangan yang beragama Islam, proses perceraian di Pengadilan Agama mengacu pula pada ketentuan khusus, yakni Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Alasan-alasan yang menjadi penyebab terjadinya perceraian menurut KHI juga sama dengan UU Perkawinan. Hanya saja, dalam KHI terdapat alasan tambahan, yakni:
Baca juga: Cara Mengurus Cerai Tanpa Buku Nikah
Dikarenakan tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka undang-undang menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian.
Dalam mengambil keputusan, hakim pun akan mempertimbangkan berbagai hal, termasuk bukti-bukti yang menjadi alasan penyebab perceraian.
Dalil gugatan yang bisa dibuktikan menurut aturan yang berlaku dapat membuat hakim mengabulkan gugatan perceraian.
Sementara jika penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatannya, terutama mengenai alasan perceraian yang dijadikan dasar pengajuan gugatan, maka besar kemungkinan hakim akan menolak gugatan perceraian tersebut.
Dalil gugatan yang dianggap gagal dibuktikan ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya saksi yang tidak cukup menguatkan, alat bukti yang belum cukup atau hal lain yang terjadi di lapangan.
Oleh karena itu, pembuktian dalil gugatan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan dikabulkan atau ditolaknya gugatan perceraian.
Referensi: