JAKARTA, KOMPAS.com - Penggugat Panglima TNI Andika Perkasa merasa kecewa karena PTUN DKI menolak gugatan perlawanan atas pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya oleh Andika.
"Kami sangat kecewa. Seharusnya pengadilan bisa berani menyikapi dan mengevaluasi praktik-praktik yang dilakukan oleh tim eksekutif, oleh pemerintah dan TNI," kata Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, dalam jumpa pers pada Jumat (17/6/2022).
Penggugat merasa kecewa karena penolakan atas gugatan ini, salah satunya, diakibatkan oleh masalah prosedural, yakni tidak adanya peraturan pelaksana/hukum acara untuk kasus-kasus administratif yang melibatkan militer.
Sehingga, PTUN DKI menyatakan bahwa gugatan ini termasuk objek sengketa yang dikecualikan dari tugas dam wewenang PTUN.
Sebelumnya, gugatan ini dilayangkan terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa karena Untung merupakan salah satu anggota Tim Mawar Kopassus yang terbukti bersalah dalam kasus Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998.
Gugatan diajukan oleh keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998 bersama dengan Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, LBH Jakarta, dan AMAR Law Firm & Public Interest Law Office.
PTUN DKI sempat menjatuhkan vonis menolak gugatan ini pada 19 April 2022. Para penggugat kemudian melayangkan perlawanan dengan dalil yang sama.
Namun, Majelis Hakim PTUN DKI Jakarta memutuskan tetap pada sikapnya dan memperkuat putusan 19 April 2022, Kamis (16/6/2022).
Baca juga: Upaya Perlawanan atas Penunjukkan Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya Ditolak Hakim
Para penggugat menilai bahwa putusan ini sama saja dengan melestarikan praktik impunitas terhadap elite yang telah melakukan kejahatan, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.
Di samping itu, putusan ini juga mencederai rasa keadilan bagi para korban penculikan 1997-1998.
"Korban yang sampai sekarang juga belum mendapat pemulihan secara layak, belum mendapat restitusi, dan lain-lain, malah kemudian pelaku-pelakunya terus mendapatkan karier dan tidak dievaluasi, dan kemudian mendapat semacam prestasi dari pemerintah," jelas Isnur.
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana juga menyampaikan hal senada. Ia menyinggung bahwa pengangkatan Untung sebagai Pangdam Jaya adalah bukti bahwa para pejabat hukum semakin menderita krisis moral dan integritas.
"Ketika Panglima TNI justru kemudian memilih anggota TNI yang merupakan pelanggar HAM untuk posisi yang sangat penting, apakah kemudian tidak ada prajurit TNI lain yang memiliki rekam jejak baik, integritas baik, sehingga layak menduduki posisi tersebut?" ungkap Arif dalam kesempatan yang sama.
Baca juga: Profil Mayjen Untung Budiharto, Anak Buah Prabowo di Tim Mawar, Kini Jadi Pangdam Jaya
Ada enam korban penculikan pada 1997-1998 yang belum kembali sampai sekarang dan tak diketahui di mana jenazahnya.
Penggugat mengkhawatirkan bahwa pengangkatan Untung sebagai Pangdam Jaya akan mengganggu penegakan hukum dan HAM di wilayah Kodam Jaya.
Sebab, dalam Surat Telegram (ST) Panglima TNI No. ST/1221/2021, penegak hukum (seperti polisi dan jaksa) harus berkoordinasi dengan komandan/kepala satuan TNI untuk memanggil aparat militer dalam proses hukum.
Di samping itu, dengan rekam jejak penculikan yang dimiliki Untung, para penggugat juga mengkhawatirkan hal serupa bakal kembali terulang lantaran sebagai Pangdam Jaya, Untung memiliki pasukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.