JAKARTA, KOMPAS.com - Aset terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan anggota Tim Pemeriksa Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Wawan Ridwan disita.
Dari fakta persidangan dan sejumlah bukti, menurut Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, aset tersebut tidak berasal dari pendapatan yang sah.
“Majelis hakim berpendapat dalam kurun waktu April 2019 hingga Agustus 2020 terdakwa sudah menyamarkan harta kekayaan dengan membeli tanah dan kendaraan senilai Rp 5,024 miliar,” ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri saat membacakan vonis Wawan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/6/2022).
Berdasarkan putusan tersebut, aset terkait tindak pidana pencucian uang Wawan yang telah disita negara mencapai Rp 5,6 miliar.
Baca juga: Hakim Nyatakan Eks Pemeriksa Pajak DJP Wawan Ridwan Lakukan Pencucian Uang Rp 5,024 Miliar
Majelis hakim berkeyakinan sejumlah aset milik Wawan itu berasal dari penerimaan suap dan gratifikasi.
“Majelis berkeyakinan uang tersebut diterima dari uang-uang suap,” kata dia.
Fahzal mengungkapkan, dalam proses persidangan, berbagai aset yang menjadi barang bukti itu telah disita negara.
Aset-aset itu adalah dua unit mobil yaitu Honda Jazz dan Honda All New CRV Turbo.
Lalu, dua bidang lahan dan bangunan di Kecamatan Coblong, Kota Bandung, sebuah rumah di Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, serta satu bidang tanah di Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Selain itu, uang senilai Rp 647 juta yang diserahkan oleh mantan pramugari maskapai Garuda Indonesia Siwi Widi Purwanti ke KPK.
Uang dikembalikan karena Siwi mendapatkannya dari anak kandung Wawan, Muhammad Farsha Kautsar.
Baca juga: Kasus Suap, Eks Tim Pemeriksa Pajak DJP Wawan Ridwan Divonis 9 Tahun Penjara
Sementara itu, majelis hakim meyakini, Wawan turut melibatkan Farsha untuk mengalihkan uang hasil korupsinya.
“Menimbang barang-barang tersebut diperoleh dari suap dan gratifikasi maka dirampas oleh negara dan akan diperhitungkan sebagai pengurangan uang pengganti Wawan Ridwan,” kata Fahzal.
Adapun Wawan divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp 6,4 miliar dan gratifikasi senilai Rp 2,3 miliar dari sejumlah pihak.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 2,373 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Majelis hakim menyampaikan alasan yang memperberat vonis Wawan salah satunya adalah ia terbukti melakukan semua dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai dari penerimaan suap, gratifikasi hingga melakukan tindak pidana pencucian uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.