Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr M Subhan SD
Direktur PolEtik Strategic

Direktur PolEtik Strategic | Founder Mataangindonesia Social Initiative | msubhansd.com | mataanginsaguling.com

Jokowi dan Megawati, Dramaturgi yang Paradoks

Kompas.com - 10/06/2022, 08:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RELASI akur-renggang antara Joko Widodo (Jokowi) dan Megawati Soekarnoputri bukan hal baru. Hubungan Presiden RI yang juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan Ketua Umum PDI-P itu memang unik. Mungkin seperti karet. Kadang lengket, kadang melar. Kadang tampak akur, kadang terlihat renggang. Dalam dua pekan terakhir, situasi akur-renggang antara Istana (Presiden Jokowi) dan Teuku Umar (kediaman Megawati) menjadi pergunjingan politik.

Awalnya ketika Megawati tak hadir dalam resepsi pernikahan adik Jokowi, Idayati dan Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi, di Solo, 26 Mei 2022. Seminggu kemudian, Megawati absen di Ende, Flores, dalam peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2022. Padahal Megawati adalah Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Baca juga: Isu Hubungan Jokowi-Megawati Renggang, FX Rudy: Sampai Detik Ini Baik-baik Saja

Makin banyak yang percaya situasi yang sedang renggang itu tatkala “putri mahkota” Puan Maharani, yang kini menjabat Ketua DPR juga tak hadir. Padahal koleganya di Senayan, Ketua MPR Bambang Soesatyo hadir bersama Presiden.

Faktor kandidat pilpres

Banyak pihak berspekulasi ketidakhadiran Megawati di dua acara penting itu sebagai reaksi terhadap sikap Jokowi yang dinilai berbeda dengan garis partai. Di internal PDI-P tampaknya tengah bergeliat. Walaupun belum ada sikap resmi, tapi sudah menjadi pergunjingan publik bahwa kemungkinan besar “putri mahkota” Puan Maharani akan didorong dalam bursa Pemilihan Presiden 2024. Sinyal-sinyal ke arah itu semakin kentara.

Padahal, dalam berbagai survei, kader PDI-P yang memiliki elektabilitas tertinggi adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah saat ini. Deklarasi Ganjar sebagai kandidat presiden juga sudah dilakukan beberapa kali oleh relawan.

Sejumlah elite PDI-P pun meradang. Ada dua kubu. Kubu elite partai yang menolak Ganjar yang diusung oleh kader di akar rumput. Sampai-sampai lahirlah fenomena banteng versus celeng. Pendukung Ganjar di Jawa Tengah malah meneguhkan logo celeng, yang semula dilontarkan sebagai ejekan. Bahkan elite partai sekelas Trimedya Panjaitan mengkritik keras Ganjar yang dianggap kemlinthi (sok).

Di kegaduhan internal ini, Jokowi dinilai cenderung mendukung Ganjar. Jadi, pada minggu sebelumnya, tepatnya 21 Januari 2022, Jokowi hadir membuka rapat kerja nasional (Rakernas) V kelompok relawan Projo (Pro Jokowi) di kawasan Borobudur, Magelang. Saat itu Jokowi berujar, “Urusan politik ojo kesusu sik. Jangan tergesa-gesa, meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini." Semua perhatian mengarah ke Ganjar yang hadir di acara itu.

Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo saling bergandengan di acara pelantikan Dewan pengarah BPIP di Istana, Selasa (7/6/2022).Dokumentasi PDI-P Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo saling bergandengan di acara pelantikan Dewan pengarah BPIP di Istana, Selasa (7/6/2022).
Gandeng tangan Jokowi

Namun, seminggu berikutnya, Jokowi dan Megawati bertemu di Istana saat pelantikan Dewan Pengarah dan Ketua serta Wakil Ketua BPIP periode 2022-2027, 7 Juni 2022. Keduanya bertemu empat mata. Bahkan saat menuju mobil, Jokowi berjalan menggandeng tangan Megawati. Menggandeng tangan tokoh yang dihormati adalah kebiasaan Jokowi. Misalnya pernah dilakukan saat menyambut Presiden RI yang ketiga Prof BJ Habibie di Istana Merdeka (2017), kemudian ulama-ulama seperti Habib Luthfi bin Yahya (2017), KH Masbuhin Faqih (2018), KH Maimun Zubair (2018), KH Ma’ruf Amin (2018).

Bahkan Jokowi menggandeng tangan Raja Salman bin Abdul Aziz saat berkunjung ke Istana Bogor (2017). Gaya Jokowi itu mengingatkan Bung Karno yang juga menggandeng tangan Raja Saud bin Abdul Aziz (1962). Tak heran di media sosial banyak yang memposting kolase foto gandengan tangan Presiden Jokowi dan Raja Salman bersanding foto gandengan tangan Presiden Sukarno dan Raja Saud.

Baca juga: Diterpa Isu Keretakan, Pengamat Sebut Jokowi-Megawati-PDIP Saling Membutuhkan

Melihat gestur penghormatan terhadap tokoh-tokoh yang digandengnya, terlihat bahwa Jokowi menghormati Megawati. Foto Jokowi menggandeng tangan Megawati seakan menjadi bukti, yang mematahkan spekulasi keretakan hubungan keduanya. Foto itu membantu para politikus PDI-P yang berusaha keras memberi klarifikasi bahwa tiada kerenggangan antara Megawati dan Jokowi.

Esoknya Jokowi bertemu kembali dengan Megawati saat meresmikan Masjid At-Taufiq di kompleks sekolah partai PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta. Seusai peresmian, saat ditanya wartawan mengenai kemungkinan perbedaan pilihan politik dengan Megawati, Jokowi lebih memberi senyuman. Saat itulah Megawati terlihat melirik ke Jokowi (Kompas.com, 8 Juni 2022). Kalau menafsir bahasa tubuh, lirikan bermakna ketertarikan. Sepertinya Megawati tertarik menunggu jawaban Jokowi.

Tetapi Jokowi menguncinya, “Ibu Mega itu seperti ibu saya sendiri. Saya sangat, sangat, sangat menghormati beliau. Dan hubungan anak dengan ibu ini hubungan batin. Saya sangat hormat kepada beliau yang selalu penuh dengan rasa kepercayaan yang tidak pernah berubah. Kemudian dalam perjalanan panjang kadang-kadang ada perbedaan anak dan ibu ya itu wajar-wajar saja, biasa saja."

Ibu dan anak, dan petugas partai

Sekali lagi, hubungan “anak” dan “ibu” ini memang unik. Penuh dinamika. Megawati adalah seorang tokoh sentral PDI-P. Di PDI-P, Megawati tak pernah tergantikan. Dalam tiga gelaran Pemilu (1999, 2004, 2009), Megawati menjadi calon presiden.

Walaupun PDI-P pemilik suara terbesar pada Pemilu 1999 tetapi Megawati gagal menjadi presiden setelah dikerjai koalisi di parlemen. Ia menjadi wakil presiden dan kemudian menggantikan Presiden KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur setelah dilengserkan.

Pada dua ajang pemilihan langsung (2004 dan 2009), Megawati gagal meraih kursi orang nomor satu di negeri ini. Pada Pilpres 2014, Megawati tak lagi mengikuti bursa capres. Tiket Pilpres diserahkan ke Jokowi, kader PDI-P yang punya elektabilitas tinggi, yang kemudian sukses merebut kursi presiden dalam dua gelaran Pilpres (2014 dan 2019). Kerelaan Megawati mengusung kader terbaiknya patut diacungi jempol.

Baca juga: Lirikan Mata Megawati Saat Jokowi Bicara soal Kemungkinan Beda Pilihan Politik...

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com