Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Grady Nagara
Peneliti Next Policy

Peneliti Next Policy. Pembelajar sosiologi dari Universitas Indonesia. Pemerhati dunia sosial dan politik.

Ketimpangan dalam Demokrasi Digital

Kompas.com - 09/06/2022, 12:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Polarisasi yang sangat tajam berpotensi pada kemunculan konflik horizontal di mana benihnya mulai terlihat dari kasus pemukulan Ade Armando beberapa waktu lalu.

Kemarahan terhadap Ade begitu valid karena mereka termakan oleh narasi perpecahan di media sosial.

Tetapi ada satu hal penting yang juga mengemuka dalam wacana demokrasi di ruang digital: ketimpangan.

Apa yang saya maksud ketimpangan di sini berarti ketimpangan dalam hal “siapa yang berpartisipasi” dengan “siapa yang mendominasi”.

Isu “siapa yang berpartisipasi” berkaitan dengan orang-orang yang turut menyuarakan aspirasinya entah di media sosial atau spesifik ikut menandatangani petisi elektronik.

Walaupun mereka tampak ramai di media sosial, kenyataannya orang-orang yang berpartisipasi politik di ranah digital jumlahnya sangat sedikit.

Bahkan studi Pew Research Center tahun lalu menunjukkan hanya sembilan persen akun media sosial di AS yang aktif membagikan opini politik.

Saya meyakini bahwa Indonesia juga akan mirip seperti kondisi AS tersebut di mana hanya sebagian kecil saja yang aktif membagikan opini politiknya di media sosial. Suara mereka tampak dominan tetapi jumlah mereka sangat sedikit.

Makanya aneh ketika ada klaim bahwa temuan big data menunjukkan dukungan pada wacana presiden tiga periode, padahal yang bersuara “itu-itu saja”.

Ketimpangan berikutnya adalah “siapa yang mendominasi”. Dalam penelitian saya yang terbit di Jurnal Pemikiran Sosiologi Universitas Gadjah Mada (2021), kenyataannya dominasi wacana politik di media sosial dikuasai oleh mereka yang memiliki modal sosial besar.

Modal sosial itu setidaknya terlihat dari jumlah followers mereka di media sosial. Ternyata, modal sosial itu juga beriringan dengan keberadaan modal lain terutama ekonomi.

Mereka yang memiliki uang artinya mampu untuk membangun opini publik di ranah digital. Kondisi ini juga merujuk pada fenomena penggaung (buzzer) politik yang sarat dengan kepemilikan kapital ekonomi.

Ya, mereka yang begitu dominan melakukan pembelaan dan penyerangan atas nama politik adalah orang-orang yang telah dibayar mahal.

Dalam penelitian lain yang saya lakukan untuk kepentingan tesis magister sosiologi, kemampuan seseorang untuk mendominasi arena digital sangat dipengaruhi oleh posisi sosial-kultural-ekonomi sebelumnya.

Adalah petisi online Change.org yang saya amati, di mana mereka yang berhasil menggalang dukungan tanda tangan dalam skala besar tidak lain adalah orang-orang dengan pengalaman aktivisme sebelumnya. Mereka adalah individu dengan jejaring sosial luas sekaligus strategis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com