“PDI Perjuangan tidak akan terseret arus. Para kader jangan ikut-ikutan dansa politik. Fokus tunggal, bergerak ke bawah," katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menduga bahwa Jokowi sebenarnya memiliki agenda politik tersendiri menuju Pilpres 2024.
Dugaan ini berkaitan dengan munculnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibangun oleh partai-partai politik pendukung pemerintah yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Apalagi, dalam acara Silaturahmi Nasional KIB, Sabtu (4/6/2022), hadir Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi. Kemunculan Budi disebut-sebut sebagai bentuk dukungan Jokowi untuk KIB.
Terlebih, Projo berulang kali menyampaikan bahwa arah politiknya di 2024 bergantung pada instruksi Jokowi.
Baca juga: Ungkap Kriteria Capres PDI-P, Hasto: Jangan Hanya yang Baru Bergerak di Satu Provinsi
KIB juga disebut-sebut disiapkan sebagai kendaraan untuk mengantarkan Ganjar ke panggung pilpres, utamanya jika PDI-P enggan mengusung Gubernur Jawa Tengah itu.
Sebab, hingga nota kesepahaman pembentukan koalisi ditandatangani, KIB tak juga mengumumkan capres yang akan mereka usung. KIB pun sempat terang-terangan menyatakan terbuka dengan kemungkinan mencalonkan Ganjar.
"Artinya, dalam konteks ini, ada benturan kepentingan yang serius antara PDI-P di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Jokowi bersama partai-partai anggota KIB laiknya Golkar, PAN dan PPP," kata Umam kepada Kompas.com, Senin (7/6/2022).
"KIB merupakan 'kendaraan perang' Presiden Jokowi untuk berhadapan dengan arus kekuatan politik PDI-P, jika suatu saat tidak mencalonkan Ganjar di Pilpres 2024," tuturnya.
Melihat pertemuan Jokowi dan Megawati kemarin, Umam mengatakan, dalam konteks relasi personal memang tidak ada persoalan antara keduanya.
Menurut Umam, Jokowi tidak mungkin melalukan perlawanan politik secara terbuka terhadap Megawati yang telah berjasa mengantarkannya pada tampuk kepemimpinan.
Namun, kerenggangan begitu tampak jika dikontekstualisasikan dengan cara pandang keduanya dalam memproyeksikan kepemimpinan nasional setelah Jokowi turun tahta.
"Jelas ada perbedaan mendasar di sana. Di satu sisi, Presiden Jokowi merasa nyaman secara politik untuk mengusung Ganjar Pranowo yang dinilai bisa mengamankan sejumlah agenda program," kata Umam, Rabu (8/6/2022).
"Sekaligus menjaga 'keselamatan' dirinya, termasuk keselamatan anak dan menantunya, Bobby dan Gibran yang saat ini berada di pemerintahan lokal," lanjut dosen Universitas Paramadina itu.
Baca juga: Penjelasan KIB Soal Kehadiran Projo di Silatnas, Sinyal Dukung Ganjar?
Umam berpendapat, Jokowi dan Megawati punya cara pandang yang berbeda terhadap figur Ganjar. Selain berpotensi memutus mata rantai kepemimpinan trah Soekarno, sosok Ganjar juga dinilai terlalu fokus pada citra dirinya, dan menomorduakan tugas kepartaian.
Inilah yang kemudian memunculkan serangan PDI-P mengenai narasi "pemimpin medsos", "kemajon", hingga "kemlinthi".
"Inilah letak perbedaan mendasar antara Jokowi dan Megawati. Munculnya KIB merupakan bukti bahwa perbedaan cara pandang Jokowi dan Megawati dalam mempersepsikan kepemimpinan pasca 2024 itu masih terjadi, dan ada kebuntuan komunikasi di antara keduanya," kata Umam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.