Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arteria Nilai Ketentuan Hukuman Mati Sudah Sesuai Prinsip HAM Ala Indonesia

Kompas.com - 07/06/2022, 21:02 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menilai, ketentuan pidana mati yang tertuang dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah sesuai dengan prinsip hak asasi manusia (HAM) yang berlaku di Indonesia.

Menurut Arteria, pidana mati dalam RKUHP tetap menghormati HAM meski jenis hukuman tersebut mulai ditinggalkan banyak negara.

"Zaman sekarang pidana mati sudah makin menghilang, iya kita menghargai betul yang namanya hak asasi manusia, tetapi kata Bung Karno, 'Izinkan kami juga untuk menghormati hak asasi manusia ala Indonesia', yang diakui oleh rakyat kami," kata Arteria dalam diskusi bertajuk "RUU KUHP dan Nasib Hukum Indonesia" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Baca juga: RUU KUHP Masih Atur Hukuman Mati, Koalisi Masyarakat Sipil: Seharusnya Tidak Boleh Ada

Arteria menyampaikan, ada sejumlah nilai dan kepercayaan di Indonesia yang mengganggap pidana mati tetap berlaku dan tidak bertentangan dengan HAM.

Hukuman mati, kata Arteria, juga merupakan bentuk pengayoman kepada masyarakat.

"Dikasih pidana mati saja bandar narkoba masih banyak, betul enggak Bapak Ibu? Kalau enggak dikasih seperti apa? Kita juga melihat dalam multiperspektif," ujar politikus PDI-P tersebut.

Kendati demikian, Arteria mengatakan, ada banyak hal yang dikompromikan dalam menyusun ketentuan pidana mati melalui revisi KUHP.

Ia mencontohkan, dalam RKUHP, pidana mati kini tidak lagi menjadi pidana pokok, tetapi menjadi pidana alternatif yang bersifat ultimum remedium atau hukuman pidana yang terakhir.

"Jadi tadinya pidana pokok ujungnya pidana mati, sekarang enggak ada, pidana pokoknya adalah hukuman seumur hidup atau 20 tahun, nah alternatifnya adalah pidana mati," kata Arteria.

"Ini kita bedakan loh dengan yang kemarin, ini pidana ini adalah pidana yang terakhir, ultimum remedium dibuat lagi, ultimum, ultimum ultimum remedium, terakhir sekali kita katakan," kata dia.

Baca juga: ICW Tak Sepakat Hukuman Mati Koruptor, Sebut Tak Akan Beri Efek Jera

Ia menuturkan, RKUHP juga mengatur bahwa hukuman mati baru dapat dilaksanakan apabila grasi terpidana tersebut telah ditolak.

RKUHP juga mengatur adanya pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun yang membuat terdakwa dapat terbebas dari hukuman tersebut jika menunjukkan penyesalan atas perbuatannya dan ada harapan untuk memperbaiki diri.

"Manakala, selama 10 tahun orang itu berubah, terdakwanya menyesal dan ada keyakinan dia bisa berbuat baik, kemudian peranannya tidak begitu penting, karena ada alasan-alasan yang di kemudian hari ini kita katakan alasan meringankan, itu bisa di-downgrade menjadi pidana seumur hidup," ujar Arteria.

Selain itu, diatur pula bahwa jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan eksekusi tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan keputusan presiden.

"Ini kan lebih bagus Pak, tetap keinginan kita jadi, tapi kita juga lihat," kata dia.

Baca juga: Pro Kontra Hukuman Mati

Sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil Reformasi KUHP memandang hukuman mati mestinya dihapuskan dari RKUHP.

Koalisi menolak pemberlakuan hukuman mati karena beberapa alasan, salah satunya karena tidak sesuai dengan tujuan perumusan RUU itu sendiri.

“RKUHP memuat rumusan tujuan pemidanaan, menyatakan pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan manusia dan merendahkan martabat manusia, seharusnya pidana mati tidak boleh ada,” isi keterangan tertulis Koalisi Nasional Reformasi KUHP dikutip Jumat (27/5/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com