KOMPAS.com - Pidana mati bukan bentuk hukuman yang baru di Indonesia. Pidana mati telah dikenal sejak zaman kerajaan di Indonesia.
Hukuman mati adalah hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan atau tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat untuk seseorang akibat perbuatannya.
Pada mulanya, hukuman mati di Indonesia dilaksanakan menurut ketentuan dalam pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang menyatakan bahwa "Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya".
Pasal tersebut kemudian diubah dan dijelaskan dalam Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964. Hukuman mati dijatuhkan pada orang-orang sipil dan dilakukan dengan cara menembak mati.
Dalam pasal 10 KUHP, hukuman mati tergolong ke dalam salah satu pidana pokok. Kejahatan yang diancam dengan hukuman mati di dalam KUHP antara lain:
Selain itu, beberapa pasal dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika juga mengatur pidana mati. Pasal 118 dan Pasal 121 ayat 2 menyebutkan bahwa ancaman hukuman maksimal bagi pelanggar adalah pidana mati.
Baca juga: Kriminolog Sebut Herry Wirawan Bisa Tolak Vonis Hukuman Mati PT Bandung
Hukuman mati juga berlaku bagi pelaku tindak pidana korupsi. Sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
Berikut tata cara pelaksanaan hukuman mati berdasarkan UU Nomor 2/PNPS/1964:
Amandemen kedua UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Negara Indonesia mengakui adanya hukum kodrat, di mana hak untuk hidup melekat dan tidak dapat dirampas oleh siapapun.
Undang-undang yang masih memasukkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk hukuman menjadi bertentangan dengan konstitusi. Sehingga, banyak pihak menuntut adanya amandemen terhadap UU yang masih memberlakukan hukuman mati.
Berdasarkan catatan Amnesty Internasional, sampai tahun 2022 tercatat 111 negara telah menentang penerapan hukuman mati. Negara yang masih mempertahankan hukuman mati jumlahnya lebih sedikit yaitu 84 negara.
Hal ini menunjukkan bahwa hukuman mati tidak lagi manusiawi dan relevan dalam perkembangan hukum global.
Baca juga: Terbukti Tak Bersalah, Seorang WNI di Malaysia Lolos dari Hukuman Mati
Dalam banyak perdebatan, isu hukuman mati dipengaruhi oleh konteks hukum internasional, pandangan filosofis yang berkembang, dan perubahan sosial yang terjadi.
Kontroversi pemberlakuan hukuman mati melibatkan tiga aspek terkait, yaitu:
Dalam konteks negara hukum Indonesia, kepastian hukum menjadi salah satu hal penting. Hukum yang konsisten dengan konstitusi, perundang-undangan, dan tuntutan masyarakat.
Referensi