Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Korneles Materay
Peneliti Hukum

Peneliti Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award

Problematika Penegakan Sanksi Etik bagi Pimpinan KPK

Kompas.com - 06/06/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam pasal 10, jenis sanksi terdiri atas: a. Sanksi Ringan (teguran lisan dengan masa berlaku hukuman 1 bulan, teguran tertulis I berlaku 3 bulan, teguran tertulis II berlaku 6 bulan); b. Sanksi Sedang (pemotongan gaji gaji pokok sebesar 10% selama 6 bulan, pemotongan gaji pokok sebesar 15% selama 6 bulan, dan pemotongan gaji pokok sebesar 20% selama 6 bulan; dan c.

Sanksi Berat bagi Pimpinan (a. pemotongan gaji pokok sebesar 40% selama 12 bulan; b. diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan).

Rumusan norma terkait klasifikasi pelanggaran dan jenis sanksi dalam beleid di atas tidak akan mungkin memberikan efek jera kepada pelanggaran Pimpinan KPK.

Terbukti ketika Lili dijatuhi hukuman pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan, jumlah kekayaannya tetap terus bertambah.

Berbeda dengan Pasal 10 ayat (5) huruf c, pegawai yang melakukan sanksi berat diberhentikan dengan tidak hormat.

Lebih luas jika membandingkan dengan pengaturan pada lembaga lain, pelanggaran etik dan pedoman perilaku bisa menyebabkan pemberhentian tidak hormat. Ketentuan ini luput pengaturannya di Perdewas KPK.

Implikasinya, betapapun pelanggaran serius yang dilakukan Pimpinan KPK sulit untuk menghukum dengan sanksi yang berat seperti pemberhentian tidak dengan hormat kelak.

Ketentuan "diminta mengundurkan diri" itu lemah. Karena pada dasarnya, penegakannya kembali pada kesadaran diri yang bersangkutan. Sifat normanya tidak memaksa.

Hal ini berpotensi menjadi masalah suatu saat. Bagaimana jika Pimpinan KPK yang dijatuhi vonis tidak ingin mengundurkan diri? Sementara, mekanisme tertulis untuk menindaklanjuti sanksi tidak diatur.

Problematika ini dapat diperbaiki. Dewas KPK perlu melakukan revisi Perdewas 02/2020 untuk memperkuat penegakan kode etik dan pedoman perilaku di KPK.

Adapun catatan Penulis, yakni: Pertama, perbaikan kategori pelanggaran dan sanksinya. Yang perlu diubah sanksi terberat bagi Pimpinan yang melanggar adalah diberhentikan tidak dengan hormat.

Betapa anehnya, ketentuan yang terberat justru terhadap pegawai, sedangkan Pimpinan tidak.

Termasuk seharusnya ada pemberatan bagi Pimpinan KPK yang terbukti mengulangi pelanggaran.

Kedua, mengadopsi dan menyelaraskan makna Pasal 29 dan Pasal 32 30/2002 jo UU 19/2019. Kedua pasal ini mengatur syarat menjadi Pimpinan KPK dan syarat berhenti atau diberhentikan.

Sehingga, ambil contoh, pembohongan publik yang dilakukan Lili dalam konferensi pers pada April 2021 bisa dijatuhi sanksi oleh Dewas. Karena sudah tidak jujur, tidak berintegritas, dan melakukan perbuatan tercela.

Ketiga, penambahan jenis sanksi terberat adalah diberhentikan dengan tidak hormat. Titik komprominya bisa dengan mengatur mekanisme rekomendasi dari Dewas KPK kepada Presiden untuk pemberhentian itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com