Ambil contoh, Pasal 42 ayat (1) menyebutkan bahwa Pejabat Pemerintahan yang berpotensi memiliki Konflik Kepentingan dilarang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
Pasal 45 huruf b menyebutkan Konflik Kepentingan terjadi apabila dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dilatarbelakangi hubungan dengan kerabat dan keluarga; (2) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Benturan Kepentingan di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 5 ayat (1) Perkom melarang setiap insan KPK menerbitkan kebijakan, keputusan, dan/atau melakukan tindakan yang dilatarbelakangi adanya benturan kepentingan.
Pasal 5 ayat (2) huruf d menjelaskan bahwa larangan dalam ayat (1) terjadi dalam hal insan KPK: memiliki hubungan sedarah dan/atau semenda sampai dengan derajat ketiga dengan pihak yang berkaitan atau terkena dampak kebijakan, keputusan/tindakan yang diterbitkan atau dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Sudah sangat jelas bahwa pemberian penghargaan Firli kepada istrinya merupakan nyata konflik kepentingan yang sangat nyata (factual conflict of interest).
Dalam kasus Lili, Dewas KPK menyatakan bahwa hal yang memberatkan dia karena tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya.
Hal yang meringankannya, dia dinilai mengakui perbuatannya dan belum pernah dijatuhi sanksi etik.
Mengeryitkan! Sekelas Pimpinan KPK melakukan pelanggaran tanpa rasa sesal. Lili juga mengulangi perbuatannya.
Pelanggaran terbaru terkait dugaan menerima fasilitas akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP Mandalika 18-20 Maret 2022 dari Pertamina.
Kesamaan Firli dan Lili dalam putusan Dewas di mana disebutkan keduanya tidak memahami perbuatan mereka merupakan pelanggaran atas kode etik dan pedoman perilaku insan KPK. Hal ini patut menjadi keprihatinan.
Itu menunjukan rendahnya integritas dan minimnya pengetahuan atas kaidah atau peraturan kode etik dan pedoman perilaku.
Akan tetapi, apakah mungkin mereka tidak tahu sama sekali tentang ada ketentuan yang melarang perbuatan mereka?
Firli sudah puluhan tahun menjadi aparat penegak hukum dengan berstatus perwira tinggi termasuk di KPK.
Lili malang melintang di dunia praktik hukum, terakhir Wakil Ketua LPSK. Sulit untuk menalar ketidaktahuan mereka soal adanya aturan ini. Sebab, praksis saat ini larangan itu bahkan ada di berbagai profesi dan lembaga.
Penulis meyakini mereka bukan sama sekali tidak tahu, tetapi bagi mereka “mungkin” kode etik dan pedoman perilaku hanya rambu-rambu yang tidak mengikat dan memaksa. Sehingga, ketidaktahuan hanya alasan yang dibuat-buat.
Menurut Penulis, salah satu sumber masalah penegakan kode etik dan pedoman perilaku yang lemah di KPK dari Perdewas 02/2020.
Pasal 9 Perdewas menyatakan jenis pelanggaran terdiri atas: (a) pelanggaran ringan; (b) pelanggaran sedang; (c) pelanggaran berat.
Pelanggaran ringan adalah pelanggaran yang dampak atau kerugian terhadap Kedeputian dan/atau Sekretariat Jenderal.
Pelanggaran sedang adalah pelanggaran yang dampak atau kerugian terhadap Komisi. Pelanggaran berat adalah pelanggaran yang dampak atau kerugian terhadap negara.