Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buya Syafii: Saya Tak Menyesal Jadi Orang Indonesia, tapi untuk Siapa Kemerdekaan Ini?

Kompas.com - 28/05/2022, 10:57 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - "Lalu, untuk siapa sebenarnya kemerdekaan ini?" Demikian disampaikan Buya Syafii dalam tulisannya yang menyoal kerusakan lingkungan di tengah lesatnya laju pertumbuhan penduduk dan pemerintahan yang korup.

Dalam arsip berita Kompas.com, Oktober 2011, Ahmad Syafii Maarif atau akrab disapa Buya Syafii, mencurahkan kekhawatirannya akan laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang begitu pesat.

Diperkirakan, jumlah penduduk tanah air mencapai 400 juta pada tahun 2050, jika persentase pertumbuhan penduduk konsisten di kisaran 1 persen per tahun.

Di tahun tersebut, jumlah penduduk di dunia ditaksir mencapai puluhan miliar.

Saat itulah jumlah penduduk Indonesia diprediksi menggeser posisi Amerika Serikat yang kini berada di peringkat ketiga setelah China dan India.

Baca juga: Kepergian Buya Syafii Maarif, Sang Guru Bangsa

Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, menurut Buya, laju pertumbuhan penduduk yang tak terkendali akan melahirkan masalah-masalah serius yang sulit diperkirakan akibatnya.

"Dengan jumlah penduduk sekian miliar pada tahun 2050, pertanyaan mencekam yang sering mendera saya adalah: dengan tingkat korupsi dan perusakan hutan seperti yang berlaku sekarang, sementara pemerintah setengah lumpuh menghadapinya, apakah Indonesia tercinta ini masih memberikan kenyamanan untuk dihuni?" demikian tulis Buya Syafii.

Kondisi ini, kata Buya, semakin mengkhawatirkan lantaran cakaran kuku asing mencengkram di dunia perbankan, di pertambangan migas, di tengah sistem perpajakan Indonesia yang sangat kumuh, dan kondisi bea cukai yang semrawut.

Belum lagi, perilaku korup politisi dan pengusaha hitam.

Baca juga: Buya Syafii Maarif Tutup Usia, Jusuf Kalla: Kita Kehilangan Guru Bangsa

"Apakah wajah bangsa ini pada tahun itu masih ceria atau sudah kusam sama sekali?" ujar Buya.

"Atau kita sudah menjadi budak di rumah kita sendiri? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini tak pernah hilang dari ingatan saya, seperti jutaan warga lain yang seperasaan," tuturnya.

Angka kerusakan hutan

Mengutip data Badan Planologi Kementerian Kehutanan tahun 2003, laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektare per tahun. Periode 1997-2000 naik menjadi 3,8 juta hektare per tahun.

Sementara, tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tak berfungsi maksimal mencapai 59,6 juta hektare dari 120,35 juta hektare kawasan hutan di Indonesia.

Greenpeace mencatat, tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta hektare per tahun.

Adapun data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015-2020 memperlihatkan, angka deforestasi atau kerusakan hutan sudah menunjukkan penurunan drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com