Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Perbedaan Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam

Kompas.com - 16/05/2022, 16:07 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah kampanye negatif dan kampanye hitam (black campaign) kerap muncul di masa pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) sampai pemilihan presiden (Pilpres).

Keduanya mempunyai pengertian dan dampak yang berbeda dari segi hukum.

Seperti dikutip dari laman Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kampanye negatif biasanya dilakukan dengan mengungkap kelemahan atau kesalahan lawan politik. Sebagai contoh, kampanye negatif dalam kontes pemilihan presiden (pilpres) dilakukan dengan mengumbar data utang luar negeri petahana calon presiden (capres) oleh pihak lawan.

Kampanye negatif sampai saat ini tidak dilarang oleh pemerintah. Kandidat atau kelompok yang merasa menjadi sasaran kampanye negatif diberi ruang untuk menanggapi dengan memaparkan data valid atau argumen yang dapat membela posisinya.

Baca juga: Disepakati Rp 76,65 Triliun, Anggaran Pemilu 2024 Paling Lambat Ditetapkan Bulan Mei Ini

Sedangkan kampanye hitam adalah menuduh pasangan calon atau kelompok lawan politik dengan tuduhan palsu atau belum terbukti, atau melalui hal-hal yang tidak relevan terkait kapasitasnya sebagai pemimpin.

Contoh kampanye hitam misalnya menuduh seseorang calon presiden tidak pantas menjadi pemimpin karena agama atau rasnya. Atau sang calon disebut melakukan kejahatan tertentu di masa lalu yang tidak bisa dibuktikan.

Kampanye negatif bertujuan untuk memojokkan karakter seseorang. Sedangkan kampanye hitam bertujuan untuk menghancurkan karakter seseorang dan mengarah kepada tindak pidana.

Kemudian dari sisi kebenaran, kampanye negatif menggunakan data yang sahih, sementara kampanye hitam datanya tak sahih atau mengada-ada.

Baca juga: Poin-poin Penting Kesepakatan DPR-Penyelenggara Pemilu pada Rapat Konsinyering soal Pemilu 2024

Ancaman pidana yang secara khusus mengatur larangan kampanye hitam memang tidak disebutkan secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun, di dalam Bagian Keempat Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu huruf a, b, d, dan e disebutkan hal-hal yang dilarang dilakukan dalam masa kampanye oleh pelaksana, peserta dan tim kampanye.

Hal-hal yang dilarang dalam masa kampanye adalah:

1. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain.

4. Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.

5. Mengganggu ketertiban umum.

Sedangkan perbuatan kampanye hitam melalui media sosial bisa dijerat melalui Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 Ayat (2) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 yang diubah melalui UU 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman 6 tahun penjara.

Sumber: laman Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com