Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

24 Tahun Tragedi Trisakti, KontraS Desak Jokowi Tuntaskan Kasus HAM

Kompas.com - 12/05/2022, 06:16 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Memperingati peringatan 24 tahun Tragedi Trisakti, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menunaikan janji mengusut sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia.

"KontraS mendesak Presiden Jokowi memenuhi janji dan melaksanakan tanggung jawab untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat di Indonesia sesuai ketentuan hukum yang berlaku di level nasional dan internasional," kata Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar dalam keterangan pers, Kamis (12/5/2022).

Aksi penembakan pada 12 Mei 1998 silam menewaskan 4 mahasiswa Universitas Trisakti, yakni Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Saat kejadian keempatnya berada di dalam lingkungan kampus setelah mengikuti aksi unjuk rasa akibat dampak krisis ekonomi 1997.

Baca juga: Elang Mulia Lesmana, Mahasiswa yang Gugur dalam Tragedi Trisakti

Keempatnya saat ini dijuluki sebagai Pahlawan Reformasi. Sebuah monumen dibangun di lingkungan kampus Trisakti sebagai bentuk penghormatan kepada mereka.

Rivanlee mengatakan, penuntasan pelanggaran HAM berat secara berkeadilan dan bermartabat adalah utang janji yang belum ditepati oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang berkuasa sejak 2014.

"Negara masih berhutang dan berkewajiban untuk mengungkapkan kebenaran, menggelar pengadilan untuk menegakkan keadilan dan juga menghukum pelaku, memulihkan kondisi korban-korban pelanggaran HAM, hingga menjamin ketidak berulangan pelanggaran HAM berat yang juga menjadi hak seluruh warga negara," ujar Rivanlee.

Sampai saat ini, kata Rivanlee, masyarakat masih menanti tindak lanjut laporan penyelidikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta penggunaan wewenang Presiden untuk menyelenggarakan Pengadilan HAM Tragedi Trisakti dan pelanggaran HAM berat lainnya di Indonesia.

Baca juga: Mengingat Kembali Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, Ketika Mahasiswa di Dalam Kampus Ditembaki

Rivanlee juga menyinggung persoalan kondisi sosial ekonomi sebagai salah satu sisi yang terdampak dari adanya pelanggaran HAM berat dan memang wajib menjadi tanggung jawab Negara.

Menurut dia, pemulihan aspek sosial ekonomi bersamaan dengan aspek medis dan psikologi sudah diatur secara jelas dalam Undang-Undang 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang saling terkait dengan penyelenggaraan Pengadilan HAM sesuai Undang-Undang nomor 26 tahun 2000.

Jika negara, kata Rivanlee, memilah secara serampangan kebijakan dan sasaran penuntasan pelanggaran HAM berat hanya akan menghadirkan diskriminasi dan mengkerdilkan peraturan yang telah mengatur tentang pemenuhan hak korban.

"Sebagai konsekuensi, cara tersebut tidak menyelesaikan inti permasalahan karena hanya melanggengkan impunitas," ucap Rivanlee.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Nasional
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com