JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dengan judul "2021 Country Reports on Human Rights Practices" menyoroti beragam praktik hak asasi manusia (HAM) di sejumlah negara, termasuk di Indonesia.
Salah satu hal yang disorot dalam laporan tersebut adalah aplikasi PeduliLindungi.
Adapun PeduliLindungi merupakan aplikasi yang digunakan untuk melacak kasus Covid-19.
Penggunaan aplikasi ini umumnya diwajibkan ketika individu memasuki ruang publik seperti mal atau restoran.
"Aplikasi ini menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan dan bagaimana data disimpan dan digunakan pemerintah," tulis laporan itu seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (15/4/2022).
Baca juga: 3 Hal Di Indonesia yang Disorot oleh Laporan HAM AS, PeduliLindungi hingga Konflik Papua
Sejumlah petinggi negara pun memberikan pernyataan terhadap laporan tersebut.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, tuduhan bahwa PeduliLindungi melanggar HAM tak berdasar.
Ia menjelaskan, aplikasi PeduliLindungi melalui fitur kewaspadaan telah menjalankan fungsinya sebagai alat pencegahan pasien Covid-19 dan warga yang berisiko berkeliaran di tempat umum.
Ia juga mengatakan, sepanjang periode 2021-2022, PeduliLindungi mencegah 3.733.067 orang dengan status merah (vaksinasi belum lengkap) memasuki ruang publik.
Baca juga: Laporan HAM Deplu AS Soroti PeduliLindungi, Mahfud: Itu Laporan Biasa
Aplikasi itu juga telah mencegah 538.659 upaya orang yang terinfeksi Covid-19 (status hitam) melakukan perjalanan domestik atau mengakses ruang publik tertutup.
"Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar," kata Nadia dalam keterangan tertulis melalui laman resmi Kemenkes RI.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, keberadaan aplikasi PeduliLindungi untuk melindungi rakyat dari Covid-19.
Dia mengeklaim, Indonesia lebih baik dalam mengatasi pandemi Covid-19 ketimbang Amerika Serikat.
"Kita membuat program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat. Nyatanya kita berhasil mengatasi Covid-19 lebih baik dari Amerika Serikat (AS)," ujar Mahfud dalam keterangannya kepada wartawan.
Baca juga: Komnas HAM: Tak Ada Laporan Pelanggaran HAM karena Aplikasi PeduliLindungi
Ia mengungkapkan, aplikasi PeduliLindungi juga efektif dalam menurunkan penularan infeksi Covid-19 baik saat gelombang Delta maupun Omicron.
Mahfud menjelaskan, PeduliLindungi merupakan upaya pemerintah untuk mengatur masyarakat untuk melindungi HAM komunal-sosial.
"Melindungi HAM itu bkn hanya HAM individual tetapi juga HAM komunal-sosial dan dalam konteks ini negara harus berperan aktif mengatur," ujar Mahfud.
Mahfud pun mengungkapkan, laporan sejenis terkait HAM seperti yang ditelurkan oleh Deplu AS adalah hal yang biasa, meski berdampak baik untuk penguatan masyarakat sipil. Namun, menurut Mahfud, isi laporan tersebut belum tentu benar.
"Kalau soal keluhan dari masyarakat kita punya catatan AS justru lebih banyak dilaporkan oleh SPMH. Pada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasar Special Procedures Mandate Holders (SPMH), Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali, ada juga India yang juga banyak dilaporkan," ucap Mahfud.
Hal serupa diungkapkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah.
Ia menyatakan, tidak ada negara yang sempurna dalam isu HAM, termasuk AS.
"Tidak ada negara yang sempurna atas isu HAM, tidak juga AS," kata Faizasyah saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (16/4/2022).
Ia justru bertanya balik kepada AS, apakah tidak ada isu pelanggaran HAM di negara berjuluk Negeri Paman Sam tersebut.
"Apakah tidak ada kasus HAM di AS, serius?" ujar Faizasyah.
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyesalkan laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang menyebutkan adanya indikasi pelanggaran HAM terkait penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
Rahmad berpendapat, pemerintah AS semestinya belajar kepada pemerintah Indonesia mengenai penggunaan aplikasi PeduliLindungi agar mereka dapat mengendalikan kasus Covid-19.
"Daripada merilis tudingan dugaan pelanggaran HAM, Amerika lebih baik mempelajari bagaimana bermanfaatnya sistem aplikasi PeduliLindungi dalam mendeteksi Covid-19. Amerika perlu belajar dari Indonesia agar lebih sukses mengendalikan Covid-19," kata Rahmad dalam siaran pers, Sabtu (16/4/2022).
Baca juga: Kemenkes Bantah Tuduhan Aplikasi PeduliLindungi Langgar HAM, Ini Alasannya
Rahmad mempertanyakan dasar pemerintah AS menuding adanya pelanggaran HAM dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
Politikus PDI-P ini berpandangan, AS melalui kedutaan besarnya semestinya dapat melakukan klarifikasi kepada pemerintah Indonesia mengenai sistem PeduliLindungi sebelum merilis laporan tersebut.
"Jangan dong menjustifikasi laporan LSM untuk menyatakan bahwa Indonesia melanggar HAM. Sangat tidak fair kalau laporan analisa pelanggaran HAM dasarnya hanya sebatas LSM," ujar Rahmad.
Ia pun menegaskan, pemerintah Indonesia berhak melindungi rakyatnya dari ancaman Covid-19 dengan menerapkan sistem PeduliLindungi yang menurutnya cukup berhasil dalam pengendalian Covid-19 di Tanah Air.
Lebih lanjut, Rahmad pun mengeklaim penanganan Covid-19 di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan yang terjadi di negara berjuluk Negeri Paman Sam tersebut.
"Jangan lupa, Indonesia pernah diundang Amerika Serikat untuk bertukar pikiran bagaimana mengendalikan Covid-19. Semestinya fakta ini dihormati, bukan justru mencari satu kesalahan yang hanya berdasarkan laporan LSM," kata Rahmad.
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, aplikasi PeduliLindungi sudah sesuai untuk diterapkan dalam keadaan situasi darurat kesehatan pandemi Covid-19.
“(PeduliLindungi) sudah sesuai sebagai perlindungan hak warga dalam situasi darurat kesehatan,” kata Beka saat dihubungi, Sabtu.
Beka menjelaskan, aplikasi PeduliLindungi harus dilihat dalam konteks yang lebih luas yaitu perlindungan hak atas kesehatan dan hak hidup warga negara.
Baca juga: Apa Alasan Laporan AS Sebut Aplikasi PeduliLindungi Melanggar HAM?
Menurutnya, negara membutuhkan alat untuk melakukan tracing dan treatment dalam rangka mencegah penyebaran pandemi.
“Kalau pemerintah tidak mengambil langkah justru bisa dikategorikan pelanggaran HAM,” ucap dia.
Selain itu, Beka mengungkapkan, sejak awal aplikasi PeduliLindungi diluncurkan tidak pihaknya belum pernah menerima laporan pengaduan pelanggaran HAM terkait aplikasi itu.
“Sampai saat ini Komnas HAM belum pernah menerima pengaduan warga terkait penggunaan aplikasi PeduliLindungi,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.