Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di UU TPKS, Mengambil dan Membagikan Gambar Bermuatan Seksual Tanpa Persetujuan Bisa Dipenjara 4 Tahun

Kompas.com - 13/04/2022, 06:00 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) resmi disahkan menjadi undang-undang (UU).

Pengesahan dilakukan melalui rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4/2022).

Berdasar dokumen RUU TPKS yang diterima Kompas.com, ada 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual, salah satunya kekerasan seksual berbasis elektronik.

Dijelaskan dalam UU bahwa kekerasan seksual berbasis elektronik meliputi sejumlah kegiatan, di antaranya merekam dan mengambil gambar bermuatan seksual tanpa persetujuan orang yang menjadi objek.

"Melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau
gambar atau tangkapan layar," demikian Pasal 14 Ayat (1) huruf a.

Baca juga: UU TPKS: Memaksa Penggunaan Kontrasepsi dan Sterilisasi Bisa Dipenjara 9 Tahun

Selain itu, kekerasan seksual berbasis elektronik juga bisa berupa membagikan atau mentransmisikan informasi atau dokumen elektronik bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual.

Bentuk lainnya yakni melakukan penguntitan dan/atau pelacakan menggunakan sistem
elektronik terhadap orang yang menjadi objek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual.

Menurut Pasal 14 UU TPKS, pelaku kekerasan seksual elektronik dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.

"Dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)," bunyi pasal tersebut.

Selanjutnya, pada Pasal 14 Ayat (2) dijelaskan, apabila tindak kekerasan seksual berbasis elektronik itu dilakukan untuk melakukan pemerasan atau pengancaman dan memaksa
atau menyesatkan dan/atau memperdaya, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300 juta.

Adapun kekerasan seksual berbasis elektronik tersebut merupakan delik aduan, kecuali korban adalah anak atau penyandang disabilitas.

"Dalam hal korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan anak atau penyandang disabilitas, adanya kehendak atau
persetujuan korban tidak menghapuskan tuntutan pidana," bunyi Pasal 14 Ayat (5) UU TPKS.

Baca juga: Dalam UU TPKS, Paksa Korban Pemerkosaan Kawin dengan Pelaku Bisa Dipenjara 9 Tahun

Adapun UU TPKS mengelompokkan tindak pidana kekerasan seksual menjadi 9 jenis, termasuk kekerasan seksual berbasis elektronik. Rinciannya yakni:

  • pelecehan seksual nonfisik;
  • pelecehan seksual fisik;
  • pemaksaan kontrasepsi;
  • pemaksaan sterilisasi;
  • pemaksaan perkawinan;
  • penyiksaan seksual;
  • eksploitasi seksual;
  • perbudakan seksual; dan
  • kekerasan seksual berbasis elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com