Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU HAM Digugat ke MK, Pemohon Minta Komisioner Komnas HAM Jadi 9

Kompas.com - 11/04/2022, 16:40 WIB
Mutia Fauzia,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan itu dilayangkan Achmad Kholidin seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Tasya Nabila seorang aktivis Lentera HAM Indonesia dan teregistrasi pada 5 April 2022 dengan Nomor Perkara: 30/PUU-XX/2022.

Keduanya mengajukan permohonan uji materi terkait ketentuan jumlah anggota komisioner Komnas HAM yang tertuang di dalam Pasal 83 ayat (1) UU HAM.

Selain itu, keduanya juga menggugat ketentuan di dalam pasal Pasal 85 ayat (1), Pasal 86, dan pasal 87 ayat (2) huruf d.

Baca juga: Revisi UU HAM Masuk Prolegnas DPR, Komnas HAM Minta Diperkuat

Pada berkas permohonan tersebut, para pemohon meminta agar MK menyatakan pasal 83 ayat (1) UU bertentangan dengan konstitusi dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Mereka pun meminta agar MK mengabulkan permohonan untuk menetapkan jumlah komisioner Komnas HAM menjadi 9 di dalam UU HAM dari yang sebelumnya sejumlah 35.

Dalam petitumnya, pemohon meminta MK agar Pasal 83 UU HAM berserta penjelasannya dalam Lembaran Negara tahun 1999 nomor 165 bertentangan dengan UUD 1945. 

"Menyatakan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia beserta penjelasannya, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3886) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Anggota Komnas HAM berjumlah 9 (sembilan) orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden," begitu bunyi petitum pemohon seperti dikutip, Senin (11/4/2022).

Adapun Pasal 83 ayat (1) UU HAM menyatakan bahwa, "Anggota Komnas HAM berjumlah 35 orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden selalu Kepala Negara."

Pemohon menilai, Pasal tersebut bertentangandengan ketentuan Pasal 4 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) Pasal, Pasal 28 D ayat 3, Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.

Menurut para pemohon, frasa anggota 'Komnas HAM berjumlah 35 orang' dan 'berdasarkan usulan Komnas HAM' menciptakan ketidakpastian hukum yang diakibatkan munculnya ruang penafsiran yang beragam atas rumusan tersebut.

Para Pemohon pun menjelaskan, terkait jumlah Anggota Komnas HAM, berdasarkan perbandingan dengan komisi-komisi negara lain dan dengan Komnas HAM di negara tetangga, maka perlu disederhanakan jumlahnya secara pasti dengan ketentuan Anggota Komnas HAM setidaknya berjumlah 9 orang dan tidak dengan jumlah 35 orang.

"Bahwa angka sembilan orang adalah sudah merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan komisi-komisi negara lain dan dengan Komnas HAM di negara tertangga," begitu dikutip dari berkas permohonan.

Selain itu, pemohon juga beralasan, sejak anggota Komnas HAM periode pertama diangkat, hingga saat ini belum pernah terpenuhi jumlah 35 anggota.

Dipaparkan pula jumlah anggota Komnas HAM pertama hingga saat ini secara berturut-turut, yakni periode pertama (1993-1998) berjumlah 25 orang, periode kedua (1998-2002) berjumlah 22 orang, periode ketiga (2002-2007) berjumlah 23 orang, periode keempat (2007-2012) berjumlah 11 orang, periode kelima (2012-2017) berjumlah 13 orang, dan periode sekarang (2017-2022) berjumlah 7 orang.

Baca juga: Pasal 15 UU HAM Digugat ke Mahkamah Konstitusi

"Bahwa proses Seleksi Anggota Komnas HAM yang setiap periodenya tidak pernah tercapai jumlah 35 anggota, dan juga tidak pernah diperoleh jumlah yang sama setiap periodenya, menimbulkan terjadinya ketidakpastian dalam pemilihan, tentunya akan berdampak pada bermacam aspek di pemerintahan, seperti aspek kesediaan anggaran di kementerian Keuangan yang tidak pasti, karena akan ada penambahan atau pengurangan APBN untuk biaya para anggota," jelas pemohon.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, para Pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan menyatakan bahwa Pasal 83 ayat (1), Pasal 85 ayat (1), Pasal 86 dan Pasal 87 ayat (2) huruf d bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com