Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BNPP
Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia (BNPP-RI)

Pos Lintas Batas Negara adalah Etalase dan Catatan Tercecer tentang Surga di Pulau Pejantan

Kompas.com - 11/04/2022, 15:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Oleh: Hamidin Aji Amin, Koordinator Kelompok Ahli Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

UNSERE Landesgrenzen sind moderner als die Nachbargrenzen. Aber die Zusammenarbeit wird uns erfolgreicher machen. (Perbatasan nasional kita lebih modern daripada perbatasan negara tetangga. Tapi bekerja sama akan membuat kita lebih sukses).

Ini adalah kata-kata dari seorang sahabat peneliti Jerman saat dia melakukan penelitian tentang adat budaya suku dayak di perbatasan Indonesia dan Malaysia. yakni di Kalimantan Barat dan Serawak. Dia melakukan kegiatan riset akademis dengan menelusuri aliran sungai Rongkong di Kecamatan Entikong tahun 90-an.

Baca juga: 11 Pos Lintas Batas Negara Terpadu Dibangun, Butuh Dana Rp 2,27 Triliun

 

Penulis ingat, saat itu penulis baru saja sebulan menjabat. Maka untuk pengenalan wilayah kerja, penulis memutuskan untuk mengikuti perjalanan sang peneliti  Jerman itu.

Sungguh menarik, riset akademis yang dilakukannya adalah melihat sejauh mana budaya masyarakat dayak yang tradisional dan unik di daratan Kalimantan Barat berinteraksi dengan masyarakat etnis yang sama tetapi berdomisili di negara tetangga Malaysia.

Sampai saat ini, catatan dan coretan agenda sang peneliti itu masih penulis simpan. Saat itu, penulis beranggapan bahwa catatan sang peneliti tentu sangat tidak relevan bila dibandingkan dengan situasi di Jerman yang terbagi dua, yaitu Jerman Barat dan Timur, pro Barat dan pro sosialis. Tapi untuk Indonesia dengan situasi saat ini, catatan kecil berbahasa Jerman itu menurut penulis justru tepat.

Sang sahabat membuat catatan riset dan komparasi negaranya saat itu dengan menekankan bahwa "Perbatasan negara kami lebih modern dari perbatasan negara tetangga kami. Tapi sebetulnya dengan kerjasama akan membuat kami (ke dua negara) akan lebih makmur.

Sejarah konflik dan pelintasan Indonesia-Malaysia

Sebagai sebuah negara eks jajahan Inggris yang berbasis pada kekuasaan terpisah-pisah yang dipimpin para sultan yang selama penjajahan dikontrol ketat, maka pemberian kemerdekaan oleh Inggris pada 8 Febuari 1956 membuat Malaysia menjadi pongah. Berbagai elemen kekuatan kemudian bersatu.

Setelah bersatu, tahun 1961 timbul niat Malaysia untuk mendirikan Federasi Malaysia yaitu Persekutuan Tanah Melayu yang terdiri dari Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei. Ikut juga dalam konsep itu Kesultanan Sulu (Filipina).

Indonesia, yang sudah lebih dahulu merdeka dengan perjuangan yang berdarah-darah, tidak terima dengan rencana itu. Presiden Soekarno menolak niat Malaysia tersebut. Menurut Soekano, federasi seperti itu adalah bentuk program proyek neokolonialisme Inggris, yang ingin menjadikan kawasan menjadi pangkalan militer Inggris, dan dapat mengganggu keamanan regional.

Filipina adalah negara yang pertama menolak dengan keras karena ada basis kekuatan masyarakat Kesultanan Sulu, bangsa Melayu yang menjadi bagian basis kekuatan sosial politik di Filipina selatan.

Untuk mencari solusi dan mencegah konflik, maka pada 31 Mei 1963 Presiden Soekarno bertemu Perdana Menteri Malaysia, Abdurachman, di Tokyo, Jepang dan pada 7-11 Juni 1963. Pertemuan tersebut ditindaklanjuti dengan dilakukannya Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri di Manila, Filipina.

Namun yang mengecewakan Presiden Soekarno adalah ternyata pada 9 Juli 1963, Perdana Menteri Malaysia, Abdurachman, secara diam-diam berangkat ke London dan menandatangani Pembentukan Federasi Malaysia, selanjutnya merencanakan untuk mengumumkannya kepada dunia tanggal 31 Agustus 1963.

Padahal tanggal 5 Agustus 1963, tiga pemimpin negara yakni Macapagal, Soekarno, dan Abdurachma baru saja menandatangani dokumen Maphilindo yang menyepakati bahwa konflik Malaysia versus Filipina akan diselesaikan oleh Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uthan, dengan membentuk tim penyelidikan pada Agustus 1963.

Namun dengan terburu-buru tanggal 16 September 1963, Malaysia mengumumkan terbentuknya Federasi Malaysia sebelum PBB turun ke Malaysia untuk melakukan investigasi dan penyelidikan. Brunei langsung dengan tegas menolak, dan disusul kemudian oleh Singapura.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com