Selain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, juga Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Kompas.com, 25/03/2022).
Acara Silaturahim Nasional Asosiasi Kepala Desa dan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Jakarta (29/03/2022), dan munculnya usulan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi hingga tiga periode menjadi amunisi “baru” Jokowi untuk murka kembali.
Para menteri yang menjawab pertanyaan awak media tentang acara yang terkesan “direkayasa” karena ada kubu Apdesi yang lain dan tidak dilibatkan, juga tidak “satu tarikan nafas” dengan pernyataan menteri-menteri yang lain.
Ketika publik geram dengan “kebulatan tekad” yang mirip dengan fenomena politik penuh rekayasa di masa Soeharto, Jokowi langsung bereaksi cepat.
Menurut Jokowi, wacana perpanjangan jabatan presiden hingga tiga periode bisa saja dikeluarkan para pembantunya karena ada pihak yang ingin mencari muka, ingin menampar muka presiden atau malah menjerumuskannya (Kompas.com, 04/04/2022).
Jokowi juga menyentil langsung para menterinya untuk tidak lagi bicara soal presiden tiga periode atau penundaan pemilu.
Dan seperti biasa Jokowi mengulangi komitmennya untuk tidak minat dan tidak ada niat untuk menjadi presiden hingga tiga periode seperti dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden (15/3/2022).
Merujuk Pasal 7 UUD 1945, masa jabatan dan wakil presiden dibatasi paling banyak dua periode, dengan lama masa jabatan 5 tahun setiap satu periode.
Publik kerap menduga dan pengamat kerap menganalisis soal kepentingan bersama terhadap wacana perpanjangan jabatan presiden hingga tiga periode.
Dengan potensi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tidak bisa tepat waktu di tengah isu beberapa calon investor IKN yang mundur, potensi mangkraknya beberapa proyek strategis nasional yang molor seperti pembangunan kereta cepat Jakarta – Bandung dan lain-lain maka Jokowi harus “diselamatkan”.
Era Jokowi tidak boleh mengulangi kesalahan seperti era SBY yang meninggalkan proyek-proyek mercusar yang terbengkalai seperti Wisma Hambalang, maka ide perpanjangan jabatan presiden tiga periode terus digaungkan.
Dosa politik Jokowi akan diingat terus, padahal masih banyak prestasi pembangunan infrastruktur lainnya yang membanggakan di masa pemerintahan Jokowi.
Dalih momentum pemulihan ekonomi pascapademi Covid-19 yang tidak boleh hilang karena terjadinya suksesi kepemimpinan di 2024, adalah pembenar yang dianggap “benar” oleh pendukung wacana perpanjangan jabatan presiden hingga tiga periode.
Pendomplengan isu-isu tersebut dengan agenda tersembunyi dari para pembantu presiden juga terkesan dan nampak kasat mata.
Ada yang bermotif ekonomi dan politis mengingat di era kepemimpinan yang akan datang, tidak ada bisa yang menjamin keberlangsungan pijakan mereka.
Menteri-menteri yang mengumandangkan koor “perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode” linear dengan tingkat elektabilitasnya yang rendah dalam bursa kandidat presiden mendatang. Bahkan ada yang tidak masuk bursa kandidat presiden sama sekali.
Demikian juga, tokoh politik yang kebetulan menjadi menteri sekaligus ketua umum partai koalisi pendukung Jokowi – Amin memiliki peluang yang “sempit” untuk menjadi calon RI-2, apalagi calon kuat RI-1 sehingga terkesan begitu “ngotot’ dalam barisan pendukung wacana perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode.
Sementara partai politik pendatang baru dalam koalisi pendukung Jokowi – Amin harus bisa memastikan “jatah” kursi kabinet, tentunya dengan cara membuat senang hati presiden maupun “dirigen utama” orkestrasi yang bernama perpanjangan jabatan presiden hingga tiga periode.
Vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Suara rakyat harus dihargai sebagai penyampai kehendak Ilahi.