Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU TPKS Atur Kewajiban Pelaku Kekerasan Seksual Bayar Restitusi kepada Korban

Kompas.com - 06/04/2022, 12:53 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) mengatur pelaku tindak pidana kekerasan seksual wajib membayarkan restitusi atau ganti rugi kepada korban kekerasan seksual.

"Restitusi itu kewajiban pelaku mengganti kepada korban, ganti rugi kepada korban, itu directly," kata Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Dikutip dari draf RUU TPKS, Pasal 1 nomor 20 menyebutkan bahwa "restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiel dan/atau imateriel yang diderita Korban atau ahli warisnya."

Baca juga: Baleg DPR Jadwalkan Rapat Pleno RUU TPKS Siang Ini

Berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) RUU TPKS, besaran restitusi yang wajib dibayar oleh pelaku ditetapkan oleh putusan hakim terhadap tindak pidana kekerasan seksual yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih.

Pasal 30 Ayat (1) pun mengatur bahwa korban tindak pidana kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

Dalam ayat berikutnya, restitusi dimaksud dapat berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual.

Kemudian, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual.

Di samping itu, RUU TPKS juga mengatur adanya kompensasi oleh negara atau dana bantuan korban (victim trust fund) yang akan diberikan kepada korban kekerasan seksual jika aset yang dimiliki pelaku kekerasan seksual tidak cukup untuk membayar restitusi.

Baca juga: Ketua Panja Sebut Hukum Acara di RUU TPKS Bisa Dipakai untuk Kasus Pemerkosaan

"Ketika membayar kompensasi itulah kita membutuhkan APBN sejauh ini, kalau APBN enggak cukup, maka harus ada sebuah dana yang dikelola LPSK untuk kemudian memberikan ganti rugi kepada korban," kata Willy.

Dana bantuan korban itu bisa berasal dari filantropi, masyarakat, individu, tanggung jawab sosial korporat dan lingkungan perusahaan, maupun sumber lain yang sah dan tidak mengingat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Itu lazim di beberapa negara. Jadi tidak hanya diserahkan sepenuhnya kepada APBN," kata politikus Partai Nasdem tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com