Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Banyaknya OTT Bikin Penanganan Kasus yang Lain Terhambat

Kompas.com - 30/03/2022, 22:33 WIB
Irfan Kamil,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto mengatakan, banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK telah membuat banyak kasus lama tertunda penanganannya dan baru bisa diproses sekarang.

Hal ini, disampaikan Karyoto untuk menjelaskan alasan kasus suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan Tahun Anggaran (TA) 2014 dan RAPBD TA 2015 di Provinsi Riau yang menjerat Annas Maamun baru mau dituntaskan sekarang.

"Ini memang kendala kita kemarin-kemarin di Kedeputian Penindakan pada saat itu memang crowded, kalau kita banyak tangkapan OTT, ya seperti ini, ending-nya seperti ini," ujar Karyoto, dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (30/3/2022).

Baca juga: Annas Maamun Baru Sekarang Ditahan Setelah Jadi Tersangka Sejak 2015, Ini Penjelasan KPK

Namun, Karyoto memastikan KPK akan menuntaskan perkara-perkara lama yang belum selesai.

Menurut dia, perkara Annas Maamun merupakan beban bagi KPK yang harus diselesaikan. Sebab, kasus yang menjerat mantan Gubernur Riau itu merupakan tunggakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang dilakukan masa lalu.

"Ini adalah surat perintah penyidikan dari 2015 memang terasa cukup lama namun demikian ini adalah beban daripada tunggakan-tunggakan surat perintah penyidikan yang lama," kata Karyoto.

Annas dinilai masih layak untuk menjalani proses hukum meskipun telah berusia 81 tahun. Menurut dia, kondisi kesehatan Annas telah diperiksa dokter sebelum dilakukan proses hukum.

"Secara kesehatan, dokter masih pertanggung jawabkan beliau layak diajukan di persidangan," ucap Karyoto.

Dalam kasus ini, KPK menduga Annas menyuap pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau untuk memuluskan anggaran yang telah disusun.

Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan Annas Maamun selama 20 hari pertama mulai hari ini sampai dengan 18 April 2022 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Kavling C1.

KPK menjemput paksa Annas Maamun dari rumahnya di Pekanbaru, Riau pada hari ini. Penjemputan Annas dilakukan setelah dia tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik.

Annas sebelumnya telah menjalani hukuman penjara karena kasus korupsi yang lain. Pada 21 September 2020, Annas bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung setelah menjalani hukuman dalam kasus korupsi terkait alih fungsi lahan di Provinsi Riau. Ia mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo pada September 2019.

Pada 2015, Annas dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara kepada Annas karena terbukti bersalah.

Pada 2018, Annas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung namun kasasi itu ditolak dan MA memperberat hukuman Annas menjadi tujuh tahun penjara.

Pada September 2019, Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Annas dengan alasan kemanusiaan.

"Memang dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit-sakitan terus sehingga dari kacamata kemanusiaan, itu diberikan," kata Jokowi pada 27 November 2019.

Dalam surat permohonannya, Annas merasa dirinya sudah uzur, sakit-sakitan, renta, dan kondisi kesehatannya mulai menurun. Berbekal keterangan dokter, Annas mengaku menderita penyakit PPOK (COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com