Kata kunci yang mewakili kondisi atau fase serius setelah terpapar Covid-19 tersebut memuncak pada periode dua hingga tiga minggu sebelum puncak angka kematian harian di Jawa, tatkala gelombang varian Delta melanda.
Adapun untuk varian Omicron, penggunaan kata kunci “saturasi” dan “isoman” terlihat memiliki aktivitas pada akhir Januari dan minggu pertama Februari 2022, atau tepat dua minggu dan satu minggu sebelum angka puncak kasus baru pada minggu kedua dan ketiga Februari 2022.
Bagaimana cara praktis menggunakan Google Trends?
Puncak pada Google Trends hanya dapat dilihat pada waktu pencarian, secara real time atau sudah melewati pucuknya. Hal ini membuat upaya mitigasi yang hendak dilakukan bisa jadi sudah terlewati.
Untuk mengatasinya, Kudu melihat perbedaan antara nilai intensitas pencarian pada pekan tersebut dibandingkan dengan pekan sebelumnya, yang lantas dibagi lagi dengan dengan nilai pekan sebelumnya untuk beroleh persentase akhirnya.
Dari sini terlihat bahwa sebelum terjadi puncak kasus pada minggu kedua Juli 2021, beberapa minggu sebelumnya banyak kata kunci yang sudah memiliki kenaikan intensitas lebih dari 80 persen (merah).
Kata kunci “gejala covid”, “ct value”, “anosmia”, dan “saturasi”, misalnya, naik lebih dari 80 persen dibanding pekan sebelumnya pada minggu kedua Juni 2021, atau satu bulan sebelum puncak gelombang Delta di Pulau Jawa. Kata kunci “isoman” bahkan naik lebih dari 80 persen dari pekan sebelumnya, yakni pada pekan pertama Juni 2021.
Lalu, kata kunci “pcr”, “tabung oksigen”, dan “proning” yang biasanya berhubungan dengan keadaan serius, naik lebih dari 80 persen dari pekan sebelum minggu ketiga Juni 2021, empat minggu sebelum puncak kematian baru di Jawa.
Pada rentang September 2021 hingga pekan pertama Januari 2022, memang terlihat beberapa spot merah atau merah muda, tetapi biasanya dibarengi dengan spot biru muda, menandakan nilai intensitas yang relatif rendah sehingga memungkinkan terjadi nilai persentase perubahan nilai yang tinggi.
Namun, pada pekan kedua Januari 2022, mulai terlihat spot merah dan merah muda konsisten untuk dua minggu atau lebih, menunjukkan kemungkinan adanya gelombang baru.
Benar saja, pencarian dengan kata kunci seperti “tenggorokan” yang merupakan ciri atau gejala khas Omicron, disertai dengan “isoman”, “saturasi”, “pcr”, “gejala covid”, “swab”, dan “antigen”, mengalami kenaikan lebih dari 20 persen.
Kenaikan ini terjadi selama dua minggu atau lebih, jika dibandingkan dari pekan sebelum minggu keempat Januari 2022. Kondisi ini, terjadi tiga minggu sebelum puncak kasus di Jawa untuk varian Omicron. Bahkan, kata kunci “ct value” sudah mendahului naik pada pekan kedua Januari 2022.
Menariknya lagi, pada varian Delta dan Omicron ternyata puncak kasus ditandai dengan menurunnya sebagian besar intensitas pencarian pada pekan tersebut dibanding dengan pekan sebelumnya.
Bisa jadi, rule of thumb-nya adalah, jika pencarian menurun maka pada minggu tersebut bisa dipastikan adalah pekan puncak gelombang, yang mana tentunya sudah terlambat jika ingin melakukan tindakan tertentu.
Pencarian yang naik 80 persen atau lebih dari intensitas pekan sebelumnya dapat menjadi acuan untuk segera melakukan hal tertentu, termasuk di dalamnya menerbitkan kebijakan khusus, karena hal tersebut biasanya terjadi 2-4 minggu sebelum puncak kasus.
Walaupun terlihat bahwa Google Trends dapat digunakan sebagai alat untuk mitigasi karena menangkap gejala-gejala pandemi, Kudu tidak menemukan—dan mungkin tidak akan ada—kata kunci yang dapat digunakan untuk menangkap gejala-gejala endemi.
Dalam hal ini, data kesiapan tiap daerah atau negaralah yang lebih mewakili. Sebagian di antaranya termasuk soal jumlah tenaga kesehatan, warga tervaksin, dan ketersediaan tempat tidur rumah sakit.
Harus pula diingat bahwa prediksi persebaran virus flu dengan analisis mahadata yang dilakukan Google bukan tanpa kekurangan. Lazer dkk (2014), mengutip jurnal ilmiah Nature pada 2013 menulis, Google Flu Trends (GFT) memprediksi jumlah kunjungan dokter untuk penyakit yang mirip influenza lebih dari dua kali lipat dibandingkan catatan CDC.
Masih menurut Lazer dkk (2014), kesalahan prediksi itu terjadi karena sejumlah hal, antara lain “keangkuhan mahadata” dan dinamika algoritma.
Meski demikian, analisis kata-kata tertentu yang terkait dengan Covid-19 dan penggunaannya oleh masyarakat di mesin pencari Google untuk dihubungkan dengan tren kenaikan kasus-kasus baru Covid-19 dan kematian-kematian baru Covid-19, sebagaimana dilakukan Kudu, terbukti masih relevan.
Sumber kutipan:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.