Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kudu Insight
Riset dan analisis

Kudu Insight merupakan kolaborasi Kompas.com dan Kudu, periset dan pengolah data. Kudu Insight menyajikan kajian, analisis, dan visualisasi olah data digital atas fenomena dan peristiwa yang mencuat di publik dan ranah digital.

Menghitung Kesiapan Dunia dan Indonesia Menuju Status Endemi Covid-19

Kompas.com - 22/03/2022, 06:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Diperlukan berbagai macam pertimbangan matang dan menyeluruh sebelum peralihan status tersebut dilakukan. Dukungan dari berbagai pihak, jelas sangat dibutuhkan.

Dikutip dari Fakhruddin dkk (2020), tatkala dunia tengah bertransisi menuju pemulihan dari Covid-19, pihak-pihak yang mengembangkan proses pemulihan tersebut membutuhkan dukungan dalam menyesuaikan dan meningkatkan kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakan mereka.

Pandemi, masih dikutip dari Fakhruddin dkk, tidak akan membiarkan negara-negara melakukan transisi secara sederhana menuju kondisi pemulihan skala penuh. Malah yang bakal terjadi adalah “rebound” dari fase pemulihan kembali lagi ke fase respons, cenderung akan terjadi selama periode tertentu hingga imunisasi (vaksinasi) diselesaikan.

Kondisi “rebound” yang dimaksud berhubungan kemunculan sejumlah gelombang Covid-19 sejak pertama kali dinyatakan sebagai pandemi pada Maret 2020.

Menghitung kata kunci, memperkirakan tren

Menyusul sifat pandemi Covid-19 yang terjadi dalam beberapa gelombang dan membuat fase respons, transisi, dan pemulihan cenderung bakal terjadi dalam siklus tertentu, diperlukan analisis yang sifatnya lebih cenderung untuk membaca tren.

Dua tahun sejak kasus Covid-19 terdeteksi di Indonesia, data memperlihatkan kecenderungan terjadi tren kenaikan dan penurunan kasus pada sejumlah periode tertentu. Variabel-variabel seperti kebijakan pengetatan mobilitas, penegakan protokol kesehatan, cakupan vaksinasi, dan mutasi virus SARSCoV-2 menjadi sejumlah varian, turut menentukan tren tersebut.

Pengetahuan mengenai tren ini menjadi modal penting bagi pemangku kebijakan. Salah satu kegunaan pentingnya adalah agar pemerintah dapat memformulasikan dan menetapkan kebijakan yang tepat untuk menangani pandemi Covid-19. Maka, prediksi tren kenaikan atau penurunan kasus Covid-19 relatif penting untuk dilakukan.

Sejumlah metode dan pemodelan pun dikembangkan untuk dapat memprediksi tren dimaksud, antara lain metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), Autoregressive Model, Moving Average, dan Autoregressive Moving Average (ARMA), yang digunakan di sebagian negara (Wiguna dkk, 2020).

Sebagaimana dikutip dari Wiguna dkk (2020) dalam makalah berjudul Kebijakan Berbasis Data: Analisis dan Prediksi Penyebaran COVID-19 di Jakarta dengan Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), metode ARIMA digunakan pula untuk melakukan analisis prediktif guna mengetahui perkiraan jumlah kasus Covid-19, selain untuk memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi terkini tentang pandemi Covid-19 di DKI Jakarta.

Metode ARIMA untuk tujuan tersebut, masih dikutip dari makalah yang sama, menggunakan basis data Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Basis data tersebut digunakan oleh dinas kesehatan, puskesmas, dan rumah sakit untuk kebutuhan dimaksud.

Selain metode-metode yang telah disebutkan di atas, metode lain yang relatif populer adalah prediksi tren wabah dengan memakai data penggunaan kata kunci tertentu di mesin pencari Google. Pada 2009, para insinyur di Google berhasil memprediksi di mana wabah flu babi (H1N1) telah menyebar dalam waktu nyaris seketika.

Prediksi oleh Google itu tidak seperti informasi serupa yang dihasilkan Pusat Pengendali dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention atau CDC) Amerika Serikat, yang muncul lebih lambat satu atau dua pekan setelah fakta persebaran virus tersebut terjadi.

Para insinyur di Google melakukannya dengan menggunakan 50 juta istilah pencarian yang paling kerap diketikkan orang-orang di Amerika. Daftar itu lantas dibandingkan dengan data CDC tentang persebaran flu musiman antara 2003 hingga 2008.

Gagasannya, mengidentifikasi wilayah-wilayah yang terinfeksi virus flu berdasarkan hal-hal yang dicari warga di internet (Mayer-Schönberger dan Cukier, 2013).

Masih dikutip dari Mayer-Schönberger dan Cukier (2013), sistem yang dikembangkan Google itu melihat korelasi antara frekuensi dari pencarian terhadap kata kunci tertentu dan penyebaran virus flu dalam ruang dan waktu tertentu.

Tidak kurang 450 juta model matematika dipakai untuk menguji istilah-istilah pencarian tersebut, dan kemudian dibandingkan dengan kasus-kasus flu dari data CDC selama 2007 hingga 2008.

Hasilnya, kombinasi 45 istilah-istilah pencarian, yang tatkala dipergunakan bersamaan dalam model matematika, membuktikan bahwa antara prediksi Google dan angka resmi secara nasional punya korelasi kuat.

Berdasarkan hal tersebut, Kudu mencoba melakukan hal serupa, dalam ruang lingkup yang relatif lebih terbatas. Hal ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencari dan menentukan beberapa kata atau frasa yang diasumsikan kerap dipergunakan sebagai kata pencarian melalui media sosial dan media massa.

Terkumpul beberapa kata yang dimaksud, yakni: “antigen,” “swab”, "gejala covid", “ct value” “pcr”, "batuk", “anosmia”, “tabung oksigen”, “saturasi”, “proning”, “isoman”, dan “tenggorokan”. Dari situ, satu per satu dilihat trennya melalui Google Trends yang akan memberikan nilai intensitas dari 0-100.

Nilai intensitas ini diperoleh Google dari membandingkan jumlah pencarian di wilayah geografis tertentu (dalam hal ini, Indonesia) dalam waktu tertentu sesuai dengan pencarian tren. Lantas, hasilnya dinormalisasi dalam rentang 0-100. Penjelasan lebih detail mengenai perhitungan nilai intensitas tersebut dapat disimak di link ini

Nilai intensitas ini kemudian dibandingkan dengan angka kasus baru dan kematian baru tiap minggunya. Ini juga diubah skalanya dari 0 ke 1 dengan mengurangi nilainya dengan nilai minimum, kemudian dibagi dengan nilai maksimum dikurangi nilai minimum.

Mendahului puncak kasus harian

Secara kasat mata, terlihat bahwa intensitas pencarian kata kunci ini puncaknya mendahului puncak kasus harian. Kata “antigen”, “swab”, “gejala covid”, “ct value”, “pcr” misalnya, memuncak dua minggu sebelum puncak kasus di Jawa dan tiga minggu sebelum puncak kasus di luar Jawa saat varian Delta menjamur pada pertengahan Juli 2021.

Hal ini juga berlaku pada varian Omicron di mana kata-kata tersebut mulai naik kembali aktivitasnya pada akhir Januari 2022, dua pekan sebelum puncak kasus di Jawa.

Selain itu, kata kunci yang berhubungan dengan gejala spesifik seperti “batuk”, “anosmia”, dan “tenggorokan” memuncak seminggu setelahnya, dibarengi dengan kata kunci yang berhubungan dengan kondisi lebih serius seperti “tabung oksigen”, “saturasi”, “proning”, “isoman”.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com