JAKARTA, KOMPAS.com - Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Khoirul Umam, mempertanyakan prinsip restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Prinsip keadilan restoratif kerap disebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Bahwa hukum pidana harus jadi upaya terakhir dalam penyelesaian perkara.
Namun kini, Haris Azhar dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
"Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo sering menekankan pentingnya restorative justice system. Jangan sampai garis kebijakan Kapolri itu dianggap sebagai angin lalu oleh jajaran di bawahnya," kata Umam kepada Kompas.com, Minggu (20/3/2022).
Baca juga: Haris dan Fatia Kini Jadi Tersangka Pencemaran Nama Baik terhadap Luhut
Menurut Umam, ditetapkannya Haris Azhar dan Fatia sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi kalangan aktivis anti-korupsi dan pro-demokrasi.
Seharusnya, pihak-pihak yang merasa tersinggung oleh analisa Haris Azhar bisa memberikan klarifikasi maupun melakukan pembuktian terbalik jika memang mereka bersih dari tudingan itu.
Lagi pula, lanjut Umam, jika suara kritis kaum aktivis langsung dibenturkan dengan kekuatan penegakan hukum, hal itu bisa membuat masyarakat mempertanyakan balik kualitas netralitas, imparsialitas, dan independensi sistem penegakan hukum itu sendiri.
Sebab, kalangan aktivis berupaya menjalankan fungsi check and balance dalam sistem demorkasi.
Baca juga: Sekum PP Muhammadiyah Sebut Fatia dan Haris sebagai Pendekar Hukum Pembela Kebenaran
Selain itu, masyarakat juga bisa menginterpretasikan bahwa penegak hukum telah dikendalikan oleh kekuatan ekonomi politik besar yang membuat kalangan aktivis tidak berdaya.
"Jelas ini preseden buruk bagi demokrasi dan kebebasan sipil di Indonesia," ujarnya.
Menurut Umam, Polri dan Kejaksaan Agung yang sedang berusaha berbenah diri untuk mendapatkan kepercayaan publik harus mampu arif dan bijaksana dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara adil.
"Tidak ada faedahnya melemahkan sikap kritis kalangan aktivis anti-korupsi dan pro-demokrasi dengan instrumen hukum yang menutup mata dari realitas sosial kita," tutur dia.
Di samping itu, lanjut Umam, Presiden Joko Widodo sebagai panglima tertinggi penegakan hukum harus mengambil sikap tegas dan bijak.
Sikap diam presiden menyaksikan kalangan aktivis ditetapkan sebagai tersangka justru akan mendelegitimasi kualitas kepemimpinannya.
Umam mengingatkan bahwa kalangan aktivis dan masyarakat sipil juga turut andil dalam pemenangan dan penggalangan dukungan saat Pilpres 2014 maupun 2019 lalu.
"Sayang kalau presiden hanya berani mengambil langkah menyelamatkan muka sendiri (face-saving strategy). Presiden harus buka mata dan bukan telinga, selamatkan kaum aktivis dan demokrasi bangsa," kata Umam.
Baca juga: Perjalanan Kasus Luhut Vs Haris Azhar hingga Ditetapkan Tersangka Pencemaran Nama Baik
Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya resmi menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Menko Luhut.
"Iya keduanya (Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti) sudah jadi tersangka," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan saat dikonfirmasi, Sabtu (19/3/2022).
Menurut Zulpan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Haris dan Fatia dengan status sebagai tersangka pada Senin (21/3/2022).
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, penyidik kepolisian sedianya pernah menjadwalkan mediasi antara Luhut dengan Haris dan Fatia.
Mediasi pertama dijadwalkan pada 23 Desember 2021 dan mediasi kedua pada 6 Januari 2022. Namun, mediasi tersebut gagal karena kedua belah pihak tidak kunjung bertemu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.