Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa TNI dan Polri Tidak Boleh Ikut Pemilu?

Kompas.com - 19/03/2022, 00:15 WIB
Issha Harruma,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Pemilu 1955kebudayaan.kemdikbud.go.id Pemilu 1955

KOMPAS.com – Dalam sejarah Indonesia, tentara dan polisi pernah terlibat secara langsung dalam politik praktis.

Butuh waktu yang lama bagi masyarakat, khususnya mahasiswa, untuk mengeluarkan tentara dan polisi (saat itu masih tergabung sebagai ABRI) dari kehidupan politik praktis.

Berikut perjalanan TNI dan Polri dalam dunia politik dan alasan mengapa TNI dan Polri tidak boleh ikut pemilihan umum (Pemilu).

Baca juga: Apa Arti Dwifungsi ABRI?

Orde Baru

Di era pemerintahan Orde Baru, ABRI kerap menduduki jabatan-jabatan strategis, seperti menteri, gubernur, bupati, dan parlemen.

Saat itu, rezim otoritarian Soeharto melakukan politisasi terhadap ABRI demi melanggengkan kekuasaannya.

Di bawah Soeharto, ABRI mengontrol proses politik pergantian kekuasaan melalui Pemilu. Dalam setiap proses Pemilu, ABRI ikut mengawasi secara langsung dan melakukan intervensi.

Orde Lama

Sebelum itu, keterlibatan tentara dan polisi dalam Pemilu juga terjadi di era Orde Lama. Dalam Pemilu pertama yang digelar tahun 1955, semua warga negara yang berusia 18 tahun atau yang sudah kawin berhak memilih.

UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang berlaku saat itu bahkan mengatur mekanisme hak pilih khusus tentara dan polisi.

Pasal 3 Ayat 1 undang-undang tersebut berbunyi, “Pemerintah mengadakan ketentuan-ketentuan khusus untuk memungkinkan pelaksanaan hak pilih bagi anggota-anggota angkatan perang dan polisi, yang pada hari dilakukan pemungutan suara sedang dalam menjalankan tugas operasi atau tugas biasa di luar tempat kedudukannya dan apabila perlu dengan mengadakan dalam waktu sependek-pendeknya pemungutan suara susulan untuk mereka itu.”

Tak hanya itu, ABRI juga dibolehkan untuk maju sebagai calon dalam Pemilu.

Baca juga: Dwifungsi ABRI: Sejarah dan Penghapusan

Saat itu, sejumlah veteran militer dan anggota militer yang tidak aktif mendirikan partai politik, yaitu Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) pada 20 Mei 1954, setahun sebelum Pemilu.

Salah satu pendiri IPKI adalah Kolonel AH Nasution, yang dibebastugaskan oleh Presiden Soekarno. AH Nasution kemudian maju sebagai calon anggota parlemen dari IPKI pada Pemilu 1955.

Dalam Pemilu itu, dari 167 calon yang diajukan IPKI, 73 di antaranya berasal dari anggota militer atau tentara.

IPKI yang mayoritas berisi anggota militer secara tidak langsung membuat anggota militer memberikan dukungan kepada partai ini, termasuk dari Divisi Siliwangi. Hasilnya, IPKI memperoleh suara yang cukup besar dari Jawa Barat.

Meskipun perolehan suara secara nasional cukup kecil dan kursi parlemen yang didapat tidak banyak, namun IPKI masuk dalam sepuluh besar partai politik peserta Pemilu 1955.

Kenapa TNI dan Polri Tidak Boleh Ikut Pemilu?

Di era Orde Lama, keterlibatan ABRI dalam politik menyebabkan anggota ABRI menjadi terkotak-kotak dalam partai politik yang mereka dukung. Hal ini menyebabkan institusi ABRI menjadi tidak solid dan terpecah.

Untuk mengatasi ini, pada masa Orde Baru, ABRI diberi jatah keanggotaan di parlemen (DPR/DPRD dan MPR) tanpa melalui pemilihan, melainkan pengangkatan.

Ini dimaksudkan agar anggota ABRI tidak lagi terkotak-kotak dan bisa berdiri di atas semua golongan.

Namun, pada kenyataannya, prinsip berdiri di atas semua golongan justru berkembang liar menjadi mengatasi semua golongan. ABRI digunakan sebagai alat kekuasaan.

Akibatnya, ABRI tidak hanya terlibat dalam kegiatan politik, tapi juga berperan dalam seluruh proses dan mekanisme politik yang berlangsung.

ABRI bahkan ikut mengawasi secara langsung dan mengintervensi proses pemilu.

Untuk menyelesaikan masalah ini, keterlibatan tentara dan polisi dalam politik dikoreksi. Hak ABRI, yang kemudian dipisah menjadi TNI dan Polri, dalam berpolitik pun dicabut.

TNI dan Polri tidak diberi hak pilih dalam Pemilu dan tidak ada lagi pengangkatan anggota dari dua institusi ini di lembaga perwakilan.

Hingga kini, TNI dan Polri sepenuhnya hanya menjadi alat negara yang profesional.

 

Referensi:

  • Ariyanto. 2020. Memulihkan Hak Pilih TNI dan Polri di Pemilu: Telaah Konstitusional Hak Asasi Manusia dalam Melindungi Hak Politik Warga Negara. Yogyakarta: LeutikaPrio.
  • UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com