Ketika itu, Teten melihat masih ada pergerakan dari tubuh korban. Sementara, mata korban nampak memejam seperti menahan kesakitan.
Teten juga melihat ketika tubuh Handi dimasukkan ke dalam mobil, yang ia kira akan dibawa ke rumah sakit terdekat oleh para terdakwa.
Pernyataan yang sama juga disampaikan saksi lain, Taufik Hidayat.
Penjaga toko ini mengaku melihat adanya pergerakan dari leher korban. Ia mengetahui hal itu ketika mendatangi TKP. Ia meyakini dengan pergerakan leher tersebut menandakan Handi masih bernyawa.
“Kemungkinan masih bernapas,” terang dia.
Baca juga: AHY: Kalau Pemilu Ditunda, Lalu Apa, Presiden Seumur Hidup?
Sementara itu, ayah Handi, Etes Hidayatullah menyesalkan perbuatan tiga terdakwa. Ia menyebutkan bahwa perbuatan ketiga prajurit tersebut tidak manusiawi karena telah membuang putranya yang telah dirawat sejak kecil.
“Enggak ada rasa kemanusiaan, hatinya kemana?… Kita dari kecil timang-timang, sudah besar kok dibuang,” ujar Etes yang turut memberikan keterangan dalam persidangan
Etes juga menyampaikan bahwa sebagai aparat negara, terdakwa seharusnya memberikan perlindungan. Akan tetapi, tindakan yang dilakukan para terdakwa justru tidak memberikan pertolongan kepada putranya.
Menurutnya, nyawa Handi bisa saja tertolong apabila para terdakwa membawa putranya ke Puskesmas.
Ia juga menyinggung sikap dua anak buah Priyanto yang tidak berani melawan perintah pimpinannya untuk memberikan pertolongan terhadap putranya.
Padahal, masalah kecelakaan ini bukanlah berkaitan dengan tugas negara, melainkan karena masalah pribadi.
“Mungkin kalau dibawa ke Puskesmas, ada pertolongan, bisa hidup. Jadi jangan egois. Anak buah ngikutin tapi ini bukan tugas negara, berjuang demi Indonesia. Ini masalah pribadi,” tegas Etes.
Sementara itu, Priyanto menyampaikan permohonan maaf dan mengaku khilaf kepada kedua ayah korban, Etes Hidayatullah dan Jajang.
Priyanto menyampaikan permohonan maaf setelah ketua majelis hakim apakah akan memberikan tanggapan atas kesaksian dan keterangan kedua ayah korban.
Tawaran ini kemudian dimanfaatkan Priyanto untuk menyampaikan permohonan maaf secara langsung ke pihak keluarga korban.
“Mohon izin Yang Mulia, kami mohon maaf, karena kami tidak punya kesempatan, kami tidak punya kesempatan sampai sekarang,” kata Priyanto sembari melihat ayah kedua korban dan ketua majelis hakim.
“Kami minta maaf, kami khilaf,” lanjutnya.
Akan tetapi, ketua majelis hakim tak memberikan kesempatan kepada Priyanto untuk menyampaikan permohonan maaf.
Alasannya lantaran ayah kedua korban masih sakit hati atas tindakan para terdakwa yang telah menghilangkan nyawa anaknya.
Ia pun meminta Priyanto untuk menyampaikan permintaan maaf di kesempatan lain.
“Kami tidak memberikan kesempatan itu karena keterangannya saksi 8 dan 9 ini, dia tambah lama tambah sakit hati, jadi biarkanlah proses hukum yang berjalan,” kata ketua majelis hakim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.