Salin Artikel

Fakta Sidang Kolonel Priyanto: Buang Hidup-hidup Handi hingga Sosok Teman Wanita

Dalam persidangan kali ini, oditurat militer menghadirkan sejumlah saksi lapangan termasuk tiga terdakwa, yakni Kolonel Inf Priyanto sebagai dalang utama pembunuhan Handi dan Salsabila, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko diadili secara terpisah.

Andreas menjadi satu di antara tiga terdakwa yang kali pertama memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.

Ia memanfaatkan momen ini untuk mengungkapkan peristiwa kecelakaan yang terjadi di wilayah Nagreg, Bandung, Jawa Barat pada 8 Desember 2021, setelah dirinya menyopiri Priyanto ke Jakarta untuk menghadiri rapat koordinasi intel di Markas Pusat Zeni Angkatan Darat.

Pria asal Kebumen, Jawa Tengah itu tampak menangis di hadapan majelis hakim. Ia tak mampu menahan air mata ketika menjelaskan apa yang terjadi setelah peristiwa penabrakan tersebut.

Saat itu, Andreas memohon kepada Priyanto agar kedua korban dibawa ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan.

Namun, keinginan tersebut ditolak lantaran Priyanto berniat membuang tubuh kedua korban ke sungai di wilayah Jawa Tengah.

Mendengar niatan tersebut, Andreas pun teringat istri dan anaknya. Ia pun syok karena takut keluarganya turut terkena dampak masalah yang dihadapinya di kemudian hari.

“Karena saya punya anak dan istri, kalau ada apa-apa, nanti gimana keluarga saya,” terang Andreas sembari mengusap air matanya di hadapan majelis hakim.

Selama perjalanan ke Jawa Tengah itu, Andreas telah berulang kali memohon kepada Priyanto untuk memutar balik kendaraan menuju puskesmas agar kedua korban mendapatkan perawatan.


Namun, permohonan itu tetap ditolak. Bahkan, Priyanto meminta dirinya tidak cengeng meratapi peristiwa yang telah terjadi.

“Saya sudah memohon. ‘Kamu enggak usah cengeng, saya sudah pernah mengebom (rumah) tidak ketahuan. Tentara enggak usah cengeng’,” ungkap Andreas menirukan pernyataan Kolonel Priyanto ketika dalam perjalanan menuju Jawa Tengah.

Ketika perjalanan menuju Jawa Tengah, Andreas juga menerangkan, Kolonel Priyanto mencari sungai melalui Google Maps untuk membuang tubuh kedua korban.

“Mencari sungai, untuk membuang kedua korban,” katanya.

Dalam perkara ini, Kolonel Inf Priyanto didakwa Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.

Adapun dalam perkara ini dua terdakwa lain yaitu Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko diadili secara terpisah.

Di Jakarta bersama Lala

Selama beraktivitas di Jakarta, Priyanto ternyata membawa seorang perempuan bernama Lala. Hal itu terungkap setelah majelis hakim bertanya mengapa para terdakwa singgah di Cimahi, Jawa Barat.

Persinggahannya ini ternyata untuk menjemput Lala yang belakangan diketahui merupakan teman perempuan Priyanto.

“Setahu saya, teman perempuan (Kolonel Inf Priyanto),” kata Andreas.

Andreas mengungkapkan, selama di Jakarta, Priyanto bersama rombongan menginap di Hotel Holiday Inn dan Hotel 88. Andreas menyebutkan, rombongan menginap di Hotel Holiday Inn pada hari pertama rapat evaluasi.


Ketika itu, Andreas tidur sekamar bersama Koptu Ahmad Sholeh, yang juga anak buah sekaligus sopir cadangan Kolonel Inf Priyanto.

Sedangkan, Priyanto tidur satu kamar bersama Lala. Pembagian tempat tidur tersebut juga sama ketika rombongan berpindah tempat penginapan ke Hotel 88 pada hari kedua.

Setelah selesai mengikuti rapat koordinasi, Priyanto bersama rombongan kemudian pulang menuju Bandung dan menginap di Hotel Ibis.

“Siap di Hotel Ibis,” ungkap Andreas.

Di Hotel Ibis, Priyanto juga tidur sekamar dengan Lala. Sedangkan, Andreas tidur sekamar dengan Koptu Ahmad Sholeh.

Setelah selesai menginap, selanjutnya Priyanto memulangkan Lala ke Cimahi dan kembali melanjutkan perjalanan pulang menuju Sleman.

Di perjalanan inilah rombongan Priyanto menabrak Handi dan Salsa yang kemudian jasadnya dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.

Handi masih bernyawa

Sementara itu, para saksi meyakini Handi masih dalam kondisi bernyawa ketika Priyanto dan kawan-kawan mengangkut tubuhnya ke dalam mobil.

Salah seorang saksi, Shohibul Iman yang turut membantu evakuasi korban mengaku melihat tubuh Handi masih bergerak ketika diangkat dari kolong mobil Panther, kendaraan yang digunakan tiga terdakwa.

“Pas diangkat gestur matanya merem, tapi kayak kesakitan,” kata Shohibul ketika memberikan keterangan dalam persidangan.

Hal yang sama juga disampaikan Teten Subhan, seorang saksi di lapangan yang turut dihadirkan dalam persidangan ini.

Teten mengatakan, ia mendengar suara kecelakaan lalu lintas ketika sedang menjaga warung kelontongnya yang tak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP).

Setelah mendengar suara kecelakaan itu, kemudian ia menghampiri TKP dan melihat proses evakuasi terhadap tubuh Handi.


Ketika itu, Teten melihat masih ada pergerakan dari tubuh korban. Sementara, mata korban nampak memejam seperti menahan kesakitan.

Teten juga melihat ketika tubuh Handi dimasukkan ke dalam mobil, yang ia kira akan dibawa ke rumah sakit terdekat oleh para terdakwa.

Pernyataan yang sama juga disampaikan saksi lain, Taufik Hidayat.

Penjaga toko ini mengaku melihat adanya pergerakan dari leher korban. Ia mengetahui hal itu ketika mendatangi TKP. Ia meyakini dengan pergerakan leher tersebut menandakan Handi masih bernyawa.

“Kemungkinan masih bernapas,” terang dia.

Sementara itu, ayah Handi, Etes Hidayatullah menyesalkan perbuatan tiga terdakwa. Ia menyebutkan bahwa perbuatan ketiga prajurit tersebut tidak manusiawi karena telah membuang putranya yang telah dirawat sejak kecil.

“Enggak ada rasa kemanusiaan, hatinya kemana?… Kita dari kecil timang-timang, sudah besar kok dibuang,” ujar Etes yang turut memberikan keterangan dalam persidangan

Etes juga menyampaikan bahwa sebagai aparat negara, terdakwa seharusnya memberikan perlindungan. Akan tetapi, tindakan yang dilakukan para terdakwa justru tidak memberikan pertolongan kepada putranya.

Menurutnya, nyawa Handi bisa saja tertolong apabila para terdakwa membawa putranya ke Puskesmas.

Ia juga menyinggung sikap dua anak buah Priyanto yang tidak berani melawan perintah pimpinannya untuk memberikan pertolongan terhadap putranya.

Padahal, masalah kecelakaan ini bukanlah berkaitan dengan tugas negara, melainkan karena masalah pribadi.

“Mungkin kalau dibawa ke Puskesmas, ada pertolongan, bisa hidup. Jadi jangan egois. Anak buah ngikutin tapi ini bukan tugas negara, berjuang demi Indonesia. Ini masalah pribadi,” tegas Etes.

Minta maaf dan khilaf

Sementara itu, Priyanto menyampaikan permohonan maaf dan mengaku khilaf kepada kedua ayah korban, Etes Hidayatullah dan Jajang.

Priyanto menyampaikan permohonan maaf setelah ketua majelis hakim apakah akan memberikan tanggapan atas kesaksian dan keterangan kedua ayah korban.

Tawaran ini kemudian dimanfaatkan Priyanto untuk menyampaikan permohonan maaf secara langsung ke pihak keluarga korban.

“Mohon izin Yang Mulia, kami mohon maaf, karena kami tidak punya kesempatan, kami tidak punya kesempatan sampai sekarang,” kata Priyanto sembari melihat ayah kedua korban dan ketua majelis hakim.

“Kami minta maaf, kami khilaf,” lanjutnya.

Akan tetapi, ketua majelis hakim tak memberikan kesempatan kepada Priyanto untuk menyampaikan permohonan maaf.

Alasannya lantaran ayah kedua korban masih sakit hati atas tindakan para terdakwa yang telah menghilangkan nyawa anaknya.

Ia pun meminta Priyanto untuk menyampaikan permintaan maaf di kesempatan lain.

“Kami tidak memberikan kesempatan itu karena keterangannya saksi 8 dan 9 ini, dia tambah lama tambah sakit hati, jadi biarkanlah proses hukum yang berjalan,” kata ketua majelis hakim.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/16/09581381/fakta-sidang-kolonel-priyanto-buang-hidup-hidup-handi-hingga-sosok-teman

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke