Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Masih Ada Cerita Anak Putus Sekolah...

Kompas.com - 01/03/2022, 22:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh ibunya, Faldo diminta merantau ke Kupang. Sang ibu sudah kesusahan menghidupi ketujuh anaknya sendirian. Ayah Faldo merantau ke Malaysia tetapi setahun terakhir tak pernah lagi mengirimkan uang untuk semua anaknya yang juga sudah putus sekolah

”Mau sekolah, tapi siapa yang bayar?" ketika ditanya keinginannya bersekolah lagi, dalam artikel Mimpi yang Terkubur di Usia Belia, yang tayang di harian Kompas edisi Selasa (1/3/2022).

Badan PBB untuk Pendanaan Anak-anak (Unicef) menyebut, pandemi menyulut lonjakan kasus putus sekolah karena faktor kemiskinan.

Spesialis Pendidikan Unicef Indonesia, Suhaeni Kudus, dalam wawancara dengan tim Berkas Kompas dari Kompas TV menyatakan temuan organisasinya ada 70 persen anak putus sekolah selama pandemi disebabkan oleh faktor ekonomi. Sebelum pandemi, lanjut dia, faktor kemiskinan menyumbang 38 persen sebab kasus putus sekolah. 

Pemerhati pendidikan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengungkapkan situasi serupa. Menurut dia, kebanyakan yang terjadi adalah anak-anak yang tak bisa membayar biaya sekolah karena orangtuanya terdampak pandemi. 

"Juga ada faktor mereka harus bekerja karena orangtua di-PHK, (atau) karena usaha (orangtua) seret ketika pandemi maka anak bekerja," ungkap Ubaid kepada tim Berkas Kompas. 

Perkembangan situasi dunia yang menjadi serba digital terutama sepanjang pandemi Covid-19, imbuh Ubaid, memunculkan juga sejumlah anak yang putus sekolah karena menjadikan permainan di gawai sebagai segala-galanya. 

"Kecanduan game sehingga (baginya) game adalah segalanya. Buat apa sekolah. Di game itu mereka (merasa) punya teman banyak, punya komunitas, bisa transaksi, bisa mendapatkan uang," tutur Ubaid. 

Baca juga: Kecanduan Gadget dan Game Online Itu Nyata

Namun, ketiadaan biaya tetap masih menjadi alasan terbanyak dari kasus putus sekolah, tak terkecuali selama pandemi. 

Tantangan tak berhenti di pandemi

Kasus anak putus sekolah di Indonesia tidak unik hanya terjadi selama pandemi. Meskipun, sekali lagi, pandemi menjadi faktor tambahan bagi risiko anak putus sekolah.

Merujuk Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan,  Kebudayaan,Riset, dan Teknologi, ada 38.116 siswa SD dan 15.042 siswa SMP putus sekolah hingga akhir 2021. Di jenjang SMA dan sederajat, tercatat 22.085 siswa putus sekolah pada periode yang sama. 

Kepala Pusdatin Kemendikbudristek M Hasan Chabibie, dalam wawancara dengan harian Kompas mengatakan, data kependidikan kini terintegrasi dengan data induk kependudukan, kemiskinan, dan kesehatan. Namun, dia tak menampik masih perlu peningkatan validitas data agar informasi yang tersedia sesuai dengan kenyataan di lapangan. 

”Siswa putus sekolah hanya salah satu dari masalah anak tidak sekolah yang didata. Selain itu, ada siswa lulus tapi tak melanjutkan ke jenjang berikutnya dan anak yang belum pernah sekolah,” kata Hasan tentang situasi ini, dalam artikel Angka Putus Sekolah Besar di harian Kompas edisi Selasa (1/3/2022). 

Meski sudah ada sejumlah program dari pemerintah pusat dan daerah untuk mendongkrak jangkauan pendidikan, fakta di lapangan masih mendapati anak-anak yang "terlewat" dan harus putus sekolah. 

Uluran tangan dari sejumlah kalangan juga bukan tidak ada. Beasiswa, sekolah gratis, dan aneka bentuk dukungan terus saja ada. Namun, tantangan belum usai. 

 

Naskah: Kompas.com/Palupi Annisa Auliani

Catatan:

Semua artikel harian Kompas yang dicuplik dalam tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data. Adapun tayangan Berkas Kompas dapat disaksikan di Kompas TV 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com