Salin Artikel

Masih Ada Cerita Anak Putus Sekolah...

Rio (13 tahun)—sebelumnya pelajar SMP di siswa SMP di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur—, mengaku pembelajaran jarak jauh selama pandemi membuatnya patah semangat. Dia tak punya gawai buat belajar daring di rumah. 

Menurut Rio, dia dan teman-teman sebayanya jarang datang ke sekolah sekalipun tak bisa mengikuti pelajaran secara daring. Namun, bukan murid saja yang jarang datang ke sekolah.

"Guru-guru juga jarang datang, tapi kami bayar uang iuran terus. Kami bayar, tapi kami tidak dapat ilmu,” kata Rio, seperti dikutip harian Kompas edisi Selasa (1/3/2022).

Kasus putus sekolah selama pandemi tak hanya terjadi di tanah nun jauh dari Ibu Kota. Tim Berkas Kompas dari Kompas TV untuk edisi tayang Selasa (1/3/2022) malam, masih menemui anak di DKI Jakarta yang putus sekolah di kawasan Jakarta Utara.

Salah satunya, Denis. Bocah berumur sebelas tahun ini hanya menghabiskan waktu di rumah selama pandemi, sejak putus sekolah setahun lalu. Keluarganya, seperti kebanyakan warga di kawasan Muara Angke itu hanya bekerja serabutan, menjadi pemulung, atau nelayan.

"Sebelum Covid sudah susah penghasilannya. Kadang ada, kadang enggak. Kadang di rumah, sampai nganggur 10 hari. Entar ada yang manggil, ikut. Begitu saja," kata ayah Denis, Andri.

Punya anak empat, rumah masih mengontrak, dan kerja serabutan. Itu kondisi Andri. Bukan berarti dia tak ingin anaknya bersekolah.

"Dia pengin sekolah lagi. (Tapi) bapak ya keadaannya lagi begini. Enggak punya HP. Saya sih penginnya anaknya pintar-pintar. Bukan buat orang tua, (tapi) buat anak sendiri," ujar Andri lirih.

Sang anak, menjawab lebih ringkas lagi ketika ditanya keinginannya bersekolah lagi. "Mau," jawab dia.

Ekonomi atau jenuh sekolah daring?

Persoalan ketidakmerataan akses teknologi serta kejenuhan belajar berperantara layar gadget dan jaringan internet memang sebuah persoalan. Meski demikian, kemiskinan tetap menempati sebab terdepan soal fenomena anak putus sekolah di Indonesia. 

Jajak pendapat Litbang Kompas yang digelar pada 10-13 Februari 2022, misalnya, memotret bahwa 70 persen kasus putus sekolah di Pulau Jawa selama pandemi adalah karena orangtua tidak bekerja atau anak harus membantu orangtuanya bekerja. Angka untuk luar Pulau Jawa lebih tinggi lagi. 

Masih dari jajak pendapat yang sama, faktor kejenuhan karena pembelajaran jarak jauh terlalu lama "hanya" menjadi faktor bagi 13,6 persen kasus putus sekolah di Indonesia selama pandemi. Meskipun, untuk luar Pulau Jawa, faktor kejenuhan ini menjadi sebab nomor dua setelah ketiadaan biaya. 

Kisah Faldo (13) dari Kupang, NTT, adalah contoh bahwa kemiskinan memang masih membayangi harapan anak-anak untuk bersekolah sesuai usianya. 

Faldo datang dari Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Dari Kota Kupang, jaraknya sekitar 110 kilometer. Siswa kelas VII SMP negeri itu harus putus sekolah karena tak bisa membayar uang komite sekolah senilai Rp 50.000 per bulan. 

Oleh ibunya, Faldo diminta merantau ke Kupang. Sang ibu sudah kesusahan menghidupi ketujuh anaknya sendirian. Ayah Faldo merantau ke Malaysia tetapi setahun terakhir tak pernah lagi mengirimkan uang untuk semua anaknya yang juga sudah putus sekolah. 

”Mau sekolah, tapi siapa yang bayar?" ketika ditanya keinginannya bersekolah lagi, dalam artikel Mimpi yang Terkubur di Usia Belia, yang tayang di harian Kompas edisi Selasa (1/3/2022).

Badan PBB untuk Pendanaan Anak-anak (Unicef) menyebut, pandemi menyulut lonjakan kasus putus sekolah karena faktor kemiskinan.

Spesialis Pendidikan Unicef Indonesia, Suhaeni Kudus, dalam wawancara dengan tim Berkas Kompas dari Kompas TV menyatakan temuan organisasinya ada 70 persen anak putus sekolah selama pandemi disebabkan oleh faktor ekonomi. Sebelum pandemi, lanjut dia, faktor kemiskinan menyumbang 38 persen sebab kasus putus sekolah. 

Pemerhati pendidikan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengungkapkan situasi serupa. Menurut dia, kebanyakan yang terjadi adalah anak-anak yang tak bisa membayar biaya sekolah karena orangtuanya terdampak pandemi. 

"Juga ada faktor mereka harus bekerja karena orangtua di-PHK, (atau) karena usaha (orangtua) seret ketika pandemi maka anak bekerja," ungkap Ubaid kepada tim Berkas Kompas. 

Perkembangan situasi dunia yang menjadi serba digital terutama sepanjang pandemi Covid-19, imbuh Ubaid, memunculkan juga sejumlah anak yang putus sekolah karena menjadikan permainan di gawai sebagai segala-galanya. 

"Kecanduan game sehingga (baginya) game adalah segalanya. Buat apa sekolah. Di game itu mereka (merasa) punya teman banyak, punya komunitas, bisa transaksi, bisa mendapatkan uang," tutur Ubaid. 

Namun, ketiadaan biaya tetap masih menjadi alasan terbanyak dari kasus putus sekolah, tak terkecuali selama pandemi. 

Tantangan tak berhenti di pandemi

Kasus anak putus sekolah di Indonesia tidak unik hanya terjadi selama pandemi. Meskipun, sekali lagi, pandemi menjadi faktor tambahan bagi risiko anak putus sekolah.

Merujuk Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan,  Kebudayaan,Riset, dan Teknologi, ada 38.116 siswa SD dan 15.042 siswa SMP putus sekolah hingga akhir 2021. Di jenjang SMA dan sederajat, tercatat 22.085 siswa putus sekolah pada periode yang sama. 

Kepala Pusdatin Kemendikbudristek M Hasan Chabibie, dalam wawancara dengan harian Kompas mengatakan, data kependidikan kini terintegrasi dengan data induk kependudukan, kemiskinan, dan kesehatan. Namun, dia tak menampik masih perlu peningkatan validitas data agar informasi yang tersedia sesuai dengan kenyataan di lapangan. 

”Siswa putus sekolah hanya salah satu dari masalah anak tidak sekolah yang didata. Selain itu, ada siswa lulus tapi tak melanjutkan ke jenjang berikutnya dan anak yang belum pernah sekolah,” kata Hasan tentang situasi ini, dalam artikel Angka Putus Sekolah Besar di harian Kompas edisi Selasa (1/3/2022). 

Meski sudah ada sejumlah program dari pemerintah pusat dan daerah untuk mendongkrak jangkauan pendidikan, fakta di lapangan masih mendapati anak-anak yang "terlewat" dan harus putus sekolah. 

Uluran tangan dari sejumlah kalangan juga bukan tidak ada. Beasiswa, sekolah gratis, dan aneka bentuk dukungan terus saja ada. Namun, tantangan belum usai. 

Naskah: Kompas.com/Palupi Annisa Auliani

Catatan:

Semua artikel harian Kompas yang dicuplik dalam tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data. Adapun tayangan Berkas Kompas dapat disaksikan di Kompas TV 

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/01/22313331/masih-ada-cerita-anak-putus-sekolah

Terkini Lainnya

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke