Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Geger Serangan Antraks di AS dan Perlunya Antisipasi Ancaman Bioterorisme

Kompas.com - Diperbarui 18/02/2022, 21:06 WIB
Elza Astari Retaduari

Penulis

"Centers for Disease Control and Prevention AS tidak hanya bertanggung jawab terkait penanganan penyakit menular tetapi juga menjalankan fungsi intelijen kesehatan," tuturnya.

Memang pada kasus-kasus bioterorisme, kasus kematiannya terbilang sedikut. Namun dampak dari serangan itu cukup besar, dan menyangkut aspek psikososial masyarakat.

"Kasus meninggalnya sedikit tapi efek ketakutannya serius. Maka institusi seperti CDC penting. Saat ini di Indonesia, Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dipegang oleh seorang eselon 1 di kementerian kesehatan," sebut Anton.

Sejarah Bioterorisme

Peneliti Departemen Kimia Universitas Indonesia (UI) Dr.rer.nat Arli Aditya Parikesit mengatakan bioterorisme adalah upaya menebarkan aksi teror menggunakan agen/senjata biologis.

Agen biologis yang biasa digunakan pada bioterorisme itu adalah makhluk hidup atau bagian dari makhluk hidup. Contohnya adalah mikroorganisme, atau jasad renik, seperti bakteri, virus, dan fungi.

Baca juga: Fenomena Asap Pesawat yang Kerap Dihubungkan dengan Teori Konspirasi Senjata Biologis Chemtrail

Menurut Arli Aditya, Uni Soviet dan Jepang diketahui melakukan pengembangan bioterorisme pada era Perang Dunia II.

"Dekrit Stalin tahun 1928 merupakan titik tolak pengembangan bioterorisme Uni Soviet, sementara Jepang disinyalir mengembangkan agen bioterorisme di bawah pimpinan Jenderal Shiro Isihi, untuk keperluan perang pasifik," tuturnya.

"Hanya saja, pada akhirnya, penggunaan agen bioterorisme selama Perang Dunia II tidak pernah terlalu diekspos, sebab dunia terlalu takjub dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki," lanjut Arli Aditya.

Diyakini, pengembangan bioterorisme masih dilakukan.

Langkah antisipasi

Dosen Departemen Biokimia FMIPA IPB Bogor, I Made Artika pernah menuliskan soal langkah antisipasi bioterorisme yang perlu dilakukan. Menurut dia, pencegahan dan penanggulangan ancaman bioterorisme harus melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat.

Selain itu, petugas keamanan, petugas kesehatan, dan ilmuan juga menjadi pihak yang harus sadar terhadap potensi ancaman bioterorisme sehingga perlu mendapat informasi cukup.

Baca juga: Ramai Teori Senjata Biologis Chemtrail, Apakah Jejak Asap Pesawat Berbahaya?

"Petugas keamanan perlu dibekali pengetahuan, kapasitas, dan fasilitas memadai untuk mengamankan masyarakat dari ancaman bioterorisme. Ia juga perlu dilengkapi pelindung diri," jelas Artika dalam tulisannya yang dimuat di Harian Kompas pada 27 Juli 2009.

"Pihak keamanan pun perlu membangun jejaring, tentang pengamanan agen biologis berbahaya dan penyelamatan korban, dengan pihak terkait. Selain itu, perlu kecukupan sarana medis, baik peralatan, vaksin, maupun obat yang diperlukan," lanjutnya.

Sementara itu ilmuan dinilai bisa melibatkan diri dengan cara mendeteksi, identifikasi, dan penelusuran asal muasal agen biologis yang mengancam. Ilmuwan pun diminta mengembangkan sarana (obat) penangkal agen bioterorisme.

"Laboratorium yang selama ini menangani dan menyimpan agen biologis yang berpotensi digunakan untuk bioterorisme perlu mengembangkan sistem biosekuriti sehingga agen itu terdata, tersimpan aman, dan terhindar dari kemungkinan keluar," papar Artika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com