Yang kemudian membuat penduduk semakin susah adalah perangkat pemerintah hingga aparat desa ada yang menyunat uang ganti rugi. Ada juga yang meminta warga untuk memberikan mereka sejumlah uang dengan nilai tertentu, dan bahkan ada yang kabur membawa duit ganti rugi itu.
Bahkan menurut penduduk saat itu ada lurah yang mengancam penduduk yang menolak menyerahkan surat tanah maka akan dipenjara selama tiga bulan, didenda Rp 10.000, dan hak tanah mereka dicabut setelah bebas. Bahkan ada juga praktik pemalsuan surat pelepasan hak atas tanah yang mengatasnamakan penduduk setempat dengan hanya membubuhkan cap jempol.
Pada hari peresmian waduk, 18 Mei 1991, masih ada sekitar 600 keluarga yang menolak pindah. Mereka bertahan di daerah genangan dan menuntut ganti rugi yang lebih wajar.
Saat peresmian, Presiden Soeharto mengingatkan, warga yang belum mau pindah jangan menjadi penghalang dan menjadi kelompok yang mbalelo atau pembangkang.
Baca juga: KSP Akan Sampaikan Unek-unek Warga Wadas ke Jokowi
”Saya yakin mereka itu dengan sendirinya akan bisa melaksanakan. Karena kalau mempertahankan, akan sengsara terus. Hari depannya tak ada. Mempertahankan berarti memperpanjang kesengsaraan karena tidak ada prospek untuk memperbaiki hidup di kemudian hari, baik untuk dirinya maupun untuk anak cucunya,” ujar Soeharto saat itu.
Pada 2001, penduduk yang tergusur menuntut Gubernur Jawa Tengah membuka kembali kasus Kedung Ombo dan melakukan negosiasi ulang untuk ganti rugi tanah. Akan tetapi, Pemprov dan kabupaten berkeras masalah ganti rugi tanah sudah selesai. Pemerintah telah meminta pengadilan negeri setempat untuk menahan uang ganti rugi yang belum dibayarkan kepada 662 keluarga penuntut.
Berita ini sudah tayang di surat kabar KOMPAS edisi 18 Juni 1987 dan 19 Mei 1991 dengan judul: "Kasus Tanah Waduk Kedung Ombo: Dituduh PKI, 25 Penduduk Sembunyi Di Hutan", dan "Presiden Resmikan Waduk Kedungombo: Yang Belum Mau Pindah Jangan Sampai Jadi Kelompok "Mbalelo".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.