Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

‘Indonesian Leadership’: Pendekatan Kepemimpinan Ala Indonesia

Kompas.com - 12/02/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJARAH telah memberikan hikmah penting bagi arti kepemimpinan di Indonesia. Dalam banyak hal, sejarah menghasilkan beragam nilai-nilai kepemimpinan yang menjadi ciri khas negara kita.

Beragam nilai yang diwariskan terkristalkan menjadi satu nilai kepemimpinan penting yang ada di Indonesia.

Sampai saat ini, baik langsung maupun tidak langsung, nilai tersebut masih dipraktikkan oleh pemimpin kita.

Dan terbukti, pada Desember 2021 lalu, Indonesia masuk sebagai salah satu negara terbanyak soal vaksinasi.

Itu adalah hasil yang menakjubkan, buah dari berbagai kerja sama dan kolaborasi berbagai pihak.

Memberikan vaksin ke 272 juta rakyat Indonesia bukanlah hal yang mudah dengan berbagai dinamika, terutama banyaknya hoaks yang beredar. Terlebih, itu dilakukan dalam waktu kurang lebih satu tahun.

Pencapaian di atas menunjukkan bahwa satu nilai tersebut berperan penting. Nilai itu agaknya subtle, namun selalu muncul di permukaan dan kita sering mempraktikkannya.

Nilai tersebut bukan hasil dari fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, melainkan kristalisasi dari apa yang terjadi berabad-abad lalu.

Lagi-lagi, kita berhutang besar pada sejarah yang telah membawa Indonesia menjadi negara sebesar ini.

Narasi persatuan dalam sejarah bangsa

Saat membaca kembali sejarah bangsa, narasi persatuan selalu bergema. Setiap pemimpin dalam suatu kerajaan selalu mendambakan persatuan.

Sebuah imajinasi tentang nusantara yang bersatu dalam satu pemerintahan yang adil, makmur dan inklusif.

Gagasan ini menunjukkan bahwa pemimpin Indonesia visioner untuk mempersatukan pulau-pulau di negara kita.

Raja terakhir Kerajaan Singhasari, Kertanegara, memiliki angan-angan yang disebut cakrawala mandala dwipantara. Kertanegara memimpikan Singhasari mempersatukan nusantara.

Dalam suasana kerajaan, misi ini terdengar wajar karena sebagaimana kerajaan lainnya dalam sejarah, setelah kondisi internal stabil, mereka akan melihat ke luar.

Misi dari Kertanegara ini menjadi inspirasi bagi Gajah Mada, seorang figur yang namanya sudah familiar.

Melalui Sumpah Palapa yang sangat terkenal, dia berjanji untuk mempersatukan nusantara di bawah satu panji.

Dan akhirnya, Gajah Mada berhasil melaksanakan sumpah itu di bawah kepemimpinan seorang raja muda nan arif dan bijak, Hayam Wuruk.

Keberadaan dua figur ini meneguhkan Kerajaan Majapahit sebagai salah satu kerajaan maritim terbesar di nusantara.

Pencapaian Kerajaan Majapahit terbilang wajar dalam konteks politik. Sejarah memaklumi ekspansi pengaruh seperti kerajaan terdahulu.

Namun begitu, Kerajaan Majapahit tidak hanya memengaruhi daerah kekuasaannya secara politik, tetapi juga kultural.

Kerajaan Majapahit mengedepankan sikap multikultur dan memimpin dengan toleransi serta mempertimbangkan nilai kearifan lokal di daerah.

Berabad-abad kemudian, ketika Indonesia dijajah Belanda, banyak tokoh berupaya yang mempersatukan bangsa.

Di masa ini, tokoh pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan lainnya berupaya mempersatukan Indonesia tidak hanya secara politik, tetapi kultural.

Mereka menyadari bahwa keberagaman Indonesia adalah kekuatan hebat yang harus dimaksimalkan.

Sumpah Pemuda menjadi suatu milestone akan terbentuknya narasi tunggal, yaitu Indonesia. Sekat kultural hilang.

Tak jadi masalah apakah seseorang berasal dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Papua karena narasi yang berlaku adalah bahwa kita sekarang bertanah air, berbangsa, dan berbahasa yang satu, Indonesia.

Para tokoh pendiri bangsa berperan besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Mereka memimpin dengan arif, bijak, penuh wawasan, dan tentunya dengan gaya mereka sendiri.

Bung Hatta, misalnya, dia bukan tipikal pemimpin seperti Bung Karno yang berapi-api. Beliau lebih metodis.

Namun, perbedaan ini tak menjadi sebuah masalah karena itulah gaya mereka yang membuat orang menjadi kagum.

Poin penting dari sejarah Indonesia adalah bahwa para figur bangsa telah mewariskan serta melestarikan gaya kepemimpinan otentik yang hanya dimiliki oleh Indonesia.

Kepemimpinan yang mengedepankan gotong royong dan persatuan sebagai nilai dan fondasi utama.

Warisan sejarah: kepemimpinan gotong royong

Agaknya bisa diamini pendapat Christina Osborne (2015) yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk membuat sebuah lingkungan di mana semua orang mengetahui apa kontribusi yang diharapkan dan berkomitmen untuk melakukan pekerjaan yang hebat.

Para pemimpin Indonesia mengetahui hal itu. Mereka melakukan sesuatu berdasarkan apa yang jadi kemampuannya.

Mereka bekerja sama dan berkolaborasi dengan banyak orang agar misinya tercapai. Oleh sebab itu, para pemimpin bangsa dikagumi orang banyak.

Bicara soal kolaborasi di konteks saat ini, menurut survei dari Salesforce 2021, sebanyak 76 persen pekerja mengatakan kolaborasi akan berdampak langsung pada budaya perusahaan.

Selain itu, ketika masa pandemi berakhir, hal yang didamba-dambakan oleh pekerja saat kembali ke kantor adalah keinginan kolaborasi, yang menurut survei LinkedIn 2021 mencapai 63 persen.

Namun, kolaborasi masih jadi hal yang sulit bagi banyak pihak. Misalnya, di survei Deloitte 2019 lalu, hanya 7 persen perusahaan yang siap untuk bekerja lintas fungsi dan bidang.

Selain itu, ketika bicara kolaborasi sektor kesehatan dan non-kesehatan, Alderwick, et.al (2021) tidak menemukan bukti bahwa kolaborasi antara sektor kesehatan dan organisasi non-kesehatan memperbaiki luaran kesehatan.

Dari riset di atas, kolaborasi terlihat sulit dan menantang. Akan tetapi, negara kita sangat mudah melakukan kolaborasi dengan banyak pihak, khususnya dalam situasi pandemi saat ini.

Sebagai contoh, Komunitas Trail Adventure Brebes Raya Club menggelar acara bakti sosial berupa pemberian vaksinasi, pembagian beras, dan tanam pohon.

Pemprov DKI Jakarta melakukan kolaborasi dengan insan terbaik yang menempuh kuliah di Harvard untuk mengembangkan COVID-19 Likelihood Meter (CLM) untuk melancarkan rapid test.

Komunitas para pekerja konstruksi, Sedulur Gravel, menggelar vaksinasi terhadap 93 pekerja konstruksi dan empat masyarakat umum.

Selain itu, ada Mapan, sebuah perusahaan berbasis teknologi, berkolaborasi dengan Blibli.com, Kaya.ID, dan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi untuk mendorong geliat perekonomian di sektor UMKM.

UMKM merupakan sektor yang berkontribusi besar pada penyerapan tenaga kerja, yakni sekitar 119,6 juta orang menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM 2019, sehingga ekosistem jual-beli produk perlu diperkuat.

Berbagai upaya di atas bisa dilakukan oleh lintas aktor bangsa ini untuk menyentuh masyarakat yang belum bisa dijangkau oleh pemerintah.

Pemerintah tentu bekerja keras memastikan ketersediaan vaksin, sehingga seluruh rakyat bisa divaksinasi hingga dosis kedua.

Ada banyak proses diplomasi yang harus dilalui pemerintah untuk mendapatkan vaksin.

Pemerintah juga menggunakan beragam cara agar vaksin terus tersedia, mulai dari skema GAVI hingga melalui perjanjian bilateral dengan negara produsen vaksin.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 17 Januari 2022, ada sekitar 457 juta vaksin COVID-19 yang tersedia.

Tentu saja, masih banyak lagi kolaborasi luar biasa dari banyak aktor yang peduli dengan bangsa.

Mereka mungkin tidak terlihat oleh kita, tetapi gerakan yang mereka lakukan telah memberikan dampak bagi masyarakatnya dan mereka punya pengaruh besar terhadap penanggulangan pandemi di Indonesia.

Dapat dipastikan bahwa seluruh pihak bekerja keras sesuai kemampuannya untuk ambil peran dalam proses mitigasi pandemi COVID-19.

Kolaborasi menjadi kata kunci di sini. Bicara soal kolaborasi, tren ke depan menunjukkan bahwa kolaborasi akan menjadi kekuatan ke depan.

Survei dari Forrester Consulting 2021 menemukan bahwa 83 persen pemimpin teknologi menganggap kolaborasi antar departemen sangat penting untuk pengembangan software.

Tetapi, hanya 35 persen yang berinvestasi pada kolaborasi cross-functional.

Data ini menjadi ilustrasi semata bahwa kolaborasi sangat penting. Kolaborasi tidak hanya dilakukan dalam lingkup perusahaan, tetapi juga komunitas, organisasi, bahkan negara sekalipun.

Jika dikaitkan dalam konteks pandemi, menurut Cry et.al (2021), kolaborasi membantu mendorong kerja sama atas sumber daya; mengulur waktu agar bisa mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapi kemungkinan lonjakan kasus; dan menghasilkan pesan terpadu tentang apa yang harus dilakukan warga untuk mencegah penyebaran virus.

Di atas itu semua, pandemi COVID-19 menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki kepemimpinan otentik yang telah diwariskan oleh sejarah.

Pola kepemimpinan berdasarkan prinsip yang dianut oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala.

Kepemimpinan ini telah menunjukkan tajinya ketika pandemi datang dan akan kembali berbicara banyak di masa depan nanti.

‘Indonesian Leadership’: Dinamika pandemi dan G20

Negara kita dikenal memiliki semangat kolektif yang sangat kuat. Semangat kolektif itu dikenal dengan sebutan gotong royong.

Menurut Effendi (2013), gotong royong adalah amal dari semua untuk kepentingan semua atau jerih payah dari semua untuk kebahagian bersama.

Dengan kata lain, prinsip dari kepemimpinan Indonesia adalah untuk kepentingan semua agar semua orang bisa merasakan dampak positifnya.

Dan, di masa pandemi COVID-19 ini, semangat kepemimpinan itu tumbuh subur. Namun demikian, di masa depan nanti, rakyat Indonesia tidak hanya menghadapi pandemi.

Ada banyak isu-isu yang mencuat ke permukaan seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan lain sebagainya.

Global Risk Report 2022 menampilkan kondisi dan perasaan masyarakat global apabila menyangkut masa depan dunia.

Sekitar 89 persen berkata bahwa dunia akan memburuk dalam beberapa tahun ke depan dan penuh ketidakpastian. Selain itu, 84 persen responden juga merasa khawatir akan kondisi dunia saat ini.

Laporan keluaran WEF ini juga mengungkapkan lima besar isu yang menjadi kekhawatiran masyarakat dalam 10 tahun mendatang.

Isu tersebut di antaranya adalah gagalnya aksi mencegah perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, cuaca ekstrem, tergerusnya kohesi sosial, dan krisis mata pencaharian.

Bagaimana dengan Indonesia? Sebagai gambaran, survei KedaiKopi 2021 menemukan empat besar permasalahan utama menurut anak muda.

Permasalahan tersebut di antaranya: COVID-19 (44,8 persen), perekonomian (10,4 persen), pengangguran (6,2 persen), dan masalah sosial seperti intoleransi, kenakalan remaja (6,1 persen).

Semua masalah tersebut, baik global maupun nasional membutuhkan gotong royong dari banyak pihak.

Berbeda dengan perasaan masyarakat global yang penuh dengan rasa pesimis, rakyat Indonesia justru sebaliknya.

Menurut survei Global Expo 2020, 82 persen rakyat Indonesia optimis menghadapi masa depan.

Hasil lainnya dari survei ini adalah bahwa 93 persen percaya bahwa dunia harus bekerja sama untuk mengatasi masalah global, seperti pandemi, misalnya.

Sebanyak 63 persen rakyat Indonesia percaya bahwa pertukaran pengetahuan dan inovasi akan mengatasi masalah global ke depannya.

Kesimpulan yang bisa diambil dari survei ini adalah bahwa rakyat Indonesia percaya bahwa gotong royong akan menyelesaikan semua permasalahan global maupun nasional.

Keyakinan rakyat Indonesia yang kuat ini berasal dari nenek moyang bangsa kita yang telah mengedepankan prinsip gotong royong.

Gotong royong mempersatukan banyak orang dari beragam suku, agama, ras, antargolongan, serta bahasa menjadi satu kekuatan unik dan dahsyat.

Kita perlu membumikan dan terus menormalisasi pemimpin yang berprinsip gotong royong. Pemimpin tipe inilah yang nantinya akan mengawal Indonesia ke masa depan yang lebih baik.

Selain itu, tanpa kerja sama dari banyak pihak, akan sulit menangani setiap tantangan.

Pandemi COVID-19 memberikan pelajaran bagi kita bahwa kepemimpinan kolektif semakin diperlukan karena efektivitas dan hasilnya telah terlihat.

Indonesia tidak akan bisa memvaksinasi seluruh rakyatnya jika tidak ada kolaborasi dari pemerintah, NGO, komunitas, dan aktor-aktor lainnya.

Melalui artikel ini, saya ingin menggagas pendekatan gaya kepemimpinan otentik atau asli Indonesia.

Saya menyebutnya ‘Indonesian Leadership’, gaya kepemimpinan asli pemimpin Indonesia dengan keunikan yang hanya dimiliki oleh putra-putri terbaik nusantara.

Dalam filosofi Yunani, otentik bermakna ‘menjadi dirimu yang sesungguhnya’ (to thine own self be true).

Indonesian Leadership merupakan pendekatan kepemimpinan asli Indonesia yang berlandaskan kepercayaan diri bahwa sudah saatnya bangsa ini unjuk gigi menunjukan taringnya memimpin perubahan peradaban dengan gaya asli yang hanya dimiliki pemimpin Indonesia.

Saya membagi konsep ‘Indonesian Leadership’ menjadi tiga bagian, yaitu humanis, strategis, dan taktis.

Humanis

1. Kepemimpan yang humanis, membumi, humoris, santun dan mengedepankan empati.
2. Kepemimpinan yang akomodatif terhadap perbedaan dan berbagai heterogenitas lain di Indonesia.
3. Kepemimpinan yang tidak melupakan sejarah, mengedepankan nilai historis kebangsaaan.

Strategis

1. Kepemimpinan yang terbuka terhadap perubahan, percepatan, dan ketidakpastian.
2. Kepemimpinan yang mengutamakan kemakmuran dan kesejahteraan.
3. Kepemimpinan yang mengedepankan solidaritas dan keselarasan antara manusia (mikrokosmos) serta alam (makrokosmos).
4. Kepemimpinan yang terbuka terhadap kerja sama untuk memaksimalkan berbagai potensi di Indonesia.
5. Kepemimpinan yang menghubungkan, mengharmonisasi, dan merangkul berbagai pihak (gotong royong).

Taktis

1. Kepemimpinan yang mengedepan garis terluar, membangun Indonesia dari pinggir.
2. Kepemimpinan yang demokratis, mengikutsertakan berbagai elemen dalam pengambilan keputusan.
3. Kepemimpinan yang responsif.
4. Kepemimpinan yang berpihak kepada kaum marjinal.
5. Kepemimpinan yang turun langsung (blusukan).

Pekan lalu, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa momentum G20 harus digunakan untuk menunjukan kepemimpinan ala Indonesia kepada negara-negara kaya di dunia.

Bicara mengenai ‘Indonesian Leadership’ selalu menarik perhatian saya untuk membahas lebih dalam.

Gaya kepemimpinan ala Indonesia akan teruji sebagai Presidensi G20 di mata internasional.

Suatu kebanggaan sekaligus tantangan di mana Indonesia dapat memimpin berbagai negara kaya dalam rangka membangun peradaban dunia yang lebih baik dan berkeadilan di masa depan.

Tantangan kian berat, di tengah pandemi, ketidakpastian, dan dinamika global. Indonesia diharapkan mampu menjadi pemimpin bagi negara-negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

‘Indonesian Leadership’ harus menjadi teladan dan menjadi warna baru dalam gaya kepemimpinan ideal bagi para kepala negara lain.

Khususnya dalam kepentingan dan agenda negara berkembang yang sedang berusaha bertahan di era globalisasi yang sarat dengan hiper kompetisi.

Indonesia harus membuktikan memiliki kepercayaan diri dan kompetensi dalam bersaing, bahkan memenangkan kompetisi di dunia global dan pasar luar negeri.

Gaya kepemimpinan ala Indonesia perlu dipraktikan oleh semua pemimpin di berbagai lini guna menemukan berbagai upaya baru dan inovasi agar lebih unggul dan mampu mengungguli negara lain.

Indonesian Leadership pasti bisa mewarnai dan memengaruhi arah dunia baru ke depannya, jika semua mempraktikannya dengan sungguh-sungguh.

Oleh karenanya, dia ingin Indonesia memenangkan kompetisi, baik di dalam negeri, di pasar global, dan di pasar luar negeri.

Presiden ingin Indonesia menemukan cara-cara baru untuk lebih unggul dan mendahului negara lain.

Owen Jenkins, Duta Besar Inggris untuk Indonesia menyampaikan bahwa Inggris menunggu gebrakan kepemimpinan Indonesia pada pelaksanaan G20.

Menurut dia, selain dinantikan, Indonesia dinilai punya gaya kepemimpinan fantasis yang terbuka untuk bekerja sama antarnegara.

Bersama berjuang dalam isu perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan, di mana kedua isu ini adalah isu prioritas dari kepemimpinan Indonesia.

Dengan semangat 'Recover Together, Recover Stronger' dan ‘No One Left Behind’, Indonesia punya kesempatan emas untuk memperkuat kepemimpinan kolektif global, menyuarakan kemitraan, menguatkan sistem multiteralisme, membangun ekonomi dunia yang stabil dan tangguh.

Generasi muda saat ini menjadi modal berharga agar mereka bisa menjadi pemimpin yang kolaboratif dan mencetak pemimpin yang merepresentasikan kepemimpinan otentik Indonesia dan membumikan serta mempraktekan konsep ‘Indonesian Leadership’.

Banyak pemimpin muda kini yang sudah memiliki pola pikir kolaboratif, inklusif, dan berorientasi pada kepentingan bersama.

Selain itu, masalah-masalah yang akan dihadapi ke depannya akan semakin berat.

Sehingga semangat gotong royong di antara pemimpin saat ini harus terus dikawal. Peran pemuda akan terus menyala untuk saling menguatkan dan menorehkan sejarah baru bagi peradaban bangsa Indonesia dikancah dunia internasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com