Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sembilan Gugatan UU Cipta Kerja di MK Selama 2021, Hanya Satu Dikabulkan Sebagian

Kompas.com - 11/02/2022, 20:47 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi salah satu UU yang paling banyak diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) selama 2021.

Sepanjang tahun tersebut, UU Cipta Kerja diuji sebanyak 9 kali.

Selain itu, empat undang-undang lainnya yang paling banyak diuji yakni UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Baca juga: Ketua MK: UU Pemilu hingga UU KPK Paling Sering Diuji di Tahun 2021

"UU Pemilu dan UU Cipta kerja diuji masing-masing sebanyak sembilan kali, KUHP diuji empat kali, UU KPK dan UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang masing-masing diuji sebanyak tiga kali," kata Ketua MK Anwar Usman dalam Sidang Pleno Khusus Penyampaian Laporan MK Tahun 2021, Kamis (10/2/2022).

Sejak disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu, UU Cipta Kerja memang menuai banyak kontroversi. Banyak pihak tak setuju pada berlakunya UU tersebut, sehingga tak heran banyak diuji di MK.

Gugatan terhadap UU Cipta Kerja dilayangkan oleh sejumlah pihak, mulai dari serikat buruh dan pekerja, karyawan, mahasiswa, bahkan pelajar. Gugatan diajukan baik secara formil maupun materiil.

Dari sembilan gugatan, hanya satu yang dikabulkan sebagian oleh majelis hakim MK. Sisanya, delapan gugatan ditolak atau tidak dapat diterima.

"Ada yang ditolak, ada yang tidak dapat diterima," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Kompas.com, Jumat (11/2/2022).

Inkonstitusional bersyarat

Satu-satunya gugatan terhadap UU Cipta Kerja yang dikabulkan sebagian itu dituangkan dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Baca juga: Anwar Usman: Jumlah Perkara yang Ditangani MK Tahun 2022 Berpotensi Meningkat

Dikutip dari dokumen yang diunggah di laman resmi MK, ada enam penggugat dalam perkara itu, yakni Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, Ali Sujito, Muhtar Said, Migrant Care, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau.

Melalui putusan tersebut, untuk pertama kalinya dalam sejarah, MK mengabulkan sebagian permohonan uji formil.

Majelis hakim menyatakan bahwa UU Cipta Kerja cacat secara formil. Untuk itu, MK menyatakan bahwa UU tersebut inkonstitusional bersyarat.

“Menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan'," ucap Anwar Usman saat membacakan putusan sidang, Kamis (25/11/2022).

Baca juga: Melihat Putusan MK Soal UU Cipta Kerja di Balik Penolakan Warga Wadas pada Proyek Bendungan Bener

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas, apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau revisi.

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com