Ia pun mendorong Komnas HAM untuk turun ke lokasi kejadian, sedangkan Polri diminta untuk mendukung dan memfasilitasi kerja Komnas HAM di Desa Wadas.
"Meminta Komnas HAM bersama Mabes Polri menjelaskan kepada publik hasil temuannya, mengingat terdapat beberapa versi informasi yang beredar di publik agar publik mendapatkan informasi yang valid, lengkap dan komprehensif," kata Taufik.
Baca juga: KSP: Perlu Verifikasi Fakta Lapangan soal Peristiwa Wadas, Tidak Hanya Berdasarkan Medsos
Anggota Komisi III DPR lainnya, Arsul Sani, menilai pengerahan aparat tersebut menyerupai pendekatan dalam jumlah besar tersebut mengesankan bahwa paradigma berpikir aparat keamanan dan pemerintah tentang pembangunan masih seperti era Orde Baru.
"Memangnya ada ancaman terorisme atau kerusuhan sosial di Desa Wadas itu, sehingga sampai perlu dikerahkan ratusan aparatur?" kata Arsul.
"Ini kok kayak mengulang cara-cara aparatur keamanan dalam menangani pembangunan Waduk Kedungombo zaman Orde Baru dulu," imbuhnya.
Menurut Arsul, peran aparat dalam mengawal pembangunan semestinya bukan dengan mengerahkan pasukan, tetapi mengedepankan pendekatan-pendekatan informal dengan masyarakat.
Baca juga: Pendekatan Dialogis Diharapkan Jadi Kunci Penyelesaian di Wadas
Terlebih, kata Arsul, dengan adanya semangat mengedepankan pendekatan keadilan restoratif maka penindakan aparat dan upaya paksa semestinya dihindarkan.
"Warga diajak berdialog dari hati ke hati, setelah mereka bisa menerima maka pengukuran pun dilakukan tanpa perlu pengerahan," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengeklaim, polisi telah bertindak sesuai prosedur dalam mengawal pengukuran lahan di Desa Wadas.
Pengukuran lahan itu dilakukan untuk rencana adanya penambangan batu andesit di Desa Wadas yang akan menjadi material pembangunan Bendungan Bener.
"Memang sempat terjadi gesekan di lapangan, tetapi gesekan itu hanya ekses dari kerumuman warga masyarakat sendiri yang terlibat pro kontra atas rencana pembangunan dan Polri hanya melakukan langkah-langkah pengamanan di dalam gesekan antarwarga itu," kata Mahfud dalam konferensi pers, Rabu sore.
Mahfud pun mengeklaim situasi di Desa Wadas tenang dan damai, tidak mencekam sebagaimana terlihat dalam sejumlah video yang tersebar di media sosial.
Baca juga: KSP: Perlu Verifikasi Fakta Lapangan soal Peristiwa Wadas, Tidak Hanya Berdasarkan Medsos
Ia menyebutkan, 64 orang yang ditangkap polisi pun telah dipulangkan ke keluarganya masing-masing tanpa adanya praktik penyiksaan terhadap mereka.
"Di dalam kerumunan seperti itu, mungkin saja terpaksa ada tindakan-tindakan yang agak tegas, itu mungkin tidak bisa dihindarkan, tapi tidak ada satupun letusan senjata, tidak ada satupun orang jadi korban," kata Mahfud.
Ia menilai wajar apabila warga Wadas terbelah antara pro dan kontra atas rencana penambangan dan pembangunan Bendungan Bener.
Namun, ia memastikan pengukuran tanah oleh petugas akan tetap dilanjutkan didampingi pengamanan yang terukur melalui pendekatan persuasif dan dialogis.
Mahfud mengatakan, Bendungan Bener merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang dibangun untuk mengaliri sawah 15.000 hektare, sumber air baku, sumber listrik, dan mengatasi banjir.
"Agar penambangan dan pembangunan waduk ini lancar dan terus didukung oleh masyarakat, Gubernur Jawa Tengah akan melakukan dialog dengan warga Desa Wadas yang masih menolak rencana kegiatan penambangan dengan difasilitasi oleh Komnas HAM," kata Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.