Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Korupsi di Bawah Rp 50 Juta Cukup Kembalikan ke Negara, Anggota DPR: Mesti Dikaji Hati-hati

Kompas.com - 28/01/2022, 16:39 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai mekanisme pengembalian kerugian keuangan negara bagi pelaku tindak pidana korupsi di bawah Rp 50 juta perlu dikaji kembali dengan hati-hati.

"Dalam pandangan PPP, rencana kebijakan JA (Jaksa Agung) di atas mesti dikaji dengan hati-hati. Tidak semata-mata terkait dengan soal jumlahnya saja," kata Arsul saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/1/2022).

Wakil Ketua Umum PPP itu menilai, yang perlu disoroti tak hanya soal nominal atau jumlah kerugian negara yaitu Rp 50 juta.

Baca juga: Pusako: Jika Koruptor Rp 50 Juta Dibiarkan, maka Akan Timbul Budaya Korupsi Baru

Namun, menurutnya ada dua hal yang justru perlu dikedepankan menyikapi kebijakan tersebut.

Pertama, kata dia, dugaan korupsi yang bersangkutan mesti dilihat benar apakah merupakan perbuatan memperkaya diri sendiri atau pihak lain dengan mengandung unsur kesengajaan.

"Rencana dan niat atau merupakan maladministrasi, yakni lebih karana tidak dipenuhinya aspek administrasi yang benar, namun tidak ada rencana atau niat korupsi," jelasnya.

Sebaliknya, jika ada kerugian negara yang disebabkan karena aspek maladministrasi, maka PPP sepakat dengan rencana kebijakan Jaksa Agung.

"Jadi tidak ada 'mens-rea'. PPP setuju agar pengembalian keuangan negara tanpa pemidanaan penjara," ucapnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua MPR ini mengatakan yang harus dilihat ialah perbuatan merugikan itu dilakukan secara berulang atau tidak.

Arsul mengingatkan jangan sampai rencana kebijakan Jaksa Agung justru dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan tindak pidana korupsi secara berulang dengan nominal di bawah Rp 50 juta.

"Kalau kemudian pelaku itu memanfaatkan kebijakan di bawah 50 juta cukup dikembalikan kerugian negara ya maka ini tidak bisa diterapkan. Jika pelaku itu berperilaku berulang-ulang, meski kecil maka ya harus diproses hukum biasa," pungkasnya.

Diberitakan, Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta kepada jajarannya agar perkara kasus korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp 50 juta, cukup diselesaikan dengan mengembalikan kerugian negara tersebut.

Baca juga: Jaksa Agung Sebut Korupsi di Bawah Rp 50 Juta Bisa Tak Perlu Diproses Hukum, Ini Kata KPK

"Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajaran untuk tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp 50 juta untuk bisa diselesaikan cara pengembalian kerugian keuangan," kata Burhanuddin dalam rapat kerja Komisi III DPR, Kamis (27/1/2022).

Burhanuddin mengeklaim, mekanisme tersebut dipilih sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan berbiaya ringan.

Burhanuddin juga mencontohkan bahwa mekanisme pengembalian keuangan negara dapat dilakukan pada kasus pidana terkait dana desa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com