Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/01/2022, 12:14 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rahmat Hidayat Pulungan mengingatkan bahwa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) agar tidak melupakan sejarah bahwa partai tersebut lahir dari rahim PBNU.

Hal ini terkait dengan konsolidasi politik PKB beberapa waktu lalu, di mana Perwakilan Cabang NU (PCNU) dan Majelis Wakil Cabang (MWC) NU hadir di dalamnya.

Konsolidasi tersebut terjadi di Jawa Timur, tepatnya di Banyuwangi dan Sidoarjo. Diketahui, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mendatangi Banyuwangi dan Sidoarjo dalam safari politiknya unuk menjadi calon presiden.

Dalam akun Twitter dia, Cak Imin bahkan memamerkan dukungan dari Nahdliyin Sidoarjo.

“Ini kok lama-kelamaan kita lihat semakin salah menempatkan dirinya di depan PBNU. PKB seolah-olah lebih hebat dan berjasa dari NU,” ujar Rahmat dalam keterangan tertulis, Rabu (26/1/2022).

Baca juga: PBNU Panggil PCNU Banyuwangi dan Sidoarjo karena Dugaan Terlibat Politik Praktis

Agenda konsolidasi politik itu pun berujung pemanggilan terhadap PCNU Sidoarjo dan Banyuwangi oleh Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf.

Pemanggilan itu disebut untuk meminta klarifikasi langsung dari kedua perwakilan cabang mengenai konsolidasi politik itu.

Terlebih, PBNU era Gus Yahya saat ini menegaskan akan mengambil jarak dengan kepentingan politik praktis serta menegaskan bahwa PBNU tidak boleh menjadi alat politik mana pun, termasuk PKB.

Baca juga: PCNU Banyuwangi dan Sidoarjo Dipanggil, Ketua PBNU: Kami Cuma Minta Klarifikasi

Itu sebabnya, konsolidasi politik terhadap PKB di mana PCNU dilibatkan di dalamnya, menjadi bermasalah.

“PKB justru langsung masuk ke PCNU atau MWC NU tanpa mendahulukan etika, permisi atau kulo nuwon kepada pimpinan Nahdlatul Ulama,” sebut Rahmat.

“Ini menunjukkan PKB ingin mengerdilkan NU dan PBNU. Cara berorganisasi yang salah kaprah seperti ini harus diingatkan,” kata dia.

Sejak 1984, NU telah mendeklarasikan diri untuk “kembali ke khittah 1926” sehingga keluar dari arena politik praktis.

Baca juga: Hikmahanto Beberkan Kejanggalan Klaim Pemerintah Sudah Kuasai FIR dari Singapura

Namun, begitu Soeharto runtuh dan Era Reformasi dimulai, terdapat keinginan besar warga nahdliyyin untuk memiliki wadah menyalurkan aspirasi politik.

PBNU harus berhati-hati karena NU tidak boleh lagi terkait langsung dengan politik praktis, termasuk partai politik, sesuai hasil Muktamar ke-27 di Situbondo tahun 1984 itu.

Pada akhirnya, sejumlah tokoh NU di antaranya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Mustofa Bisri, dll mendeklarasikan pendirian PKB untuk wadah aspirasi tersebut, tetapi PKB bukan sebagai partai politik NU. Deklarasi dilakukan di rumah Gus Dur.

Dalam perkembangannya, terjadi dualisme dalam internal PKB yang berujung didepaknya Gus Dur oleh Ketua Umum PKB saat ini Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. PKB versi Cak Imin kemudian diakui negara sebagai PKB yang “sah”.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Persaingan Cucu-Cicit Soekarno di Pileg 2024: 3 Lolos Senayan, 2 Terancam Gagal

Nasional
Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Kasasi Ditolak, Eks Dirjen Kuathan Tetap Dihukum 12 Tahun Penjara di Kasus Satelit Kemenhan

Nasional
Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Praperadilan Budi Said Ditolak, Kejagung: Penyidik Sesuai Prosedur

Nasional
RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perusahaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir Saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan Jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com