Masih memprihatinkan
Mengutip Harian Kompas, berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2021, selama satu tahun terakhir, 1 dari 11 perempuan mengalami kekerasan fisik ataupun seksual dari pasangan ataupun selain pasangan.
Bahkan, kekerasan fisik yang dilakukan pasangan meningkat, demikian pula kekerasan seksual dan kekerasan seksual yang dilakukan selain pasangan juga meningkat.
Tak hanya perempuan, anak-anak perempuan dan laki-laki berusia 3-17 tahun juga mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk.
Baca juga: Soal Hukuman Kebiri Kimia, PB IDI: Dokter Tidak Diatur Jadi Algojo
Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 menemukan, 3 dari 10 anak perempuan dan 2 dari 10 anak laki-laki mengalami satu jenis kekerasan atau lebih.
Survei tersebut dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Sebelumnya, SPHPN dilakukan pada tahun 2016 dan SNPHAR tahun 2018.
Selain data kekerasan selama setahun terakhir, SPHPN tahun 2021 menemukan 26,1 persen atau 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan pasangan dan selain pasangan selama hidupnya.
Adapun SNPHAR tahun 2021 menemukan 3 dari 10 anak laki-laki (34 persen) dan 4 dari 10 anak perempuan (41,05 persen) yang berusia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya.
Dibandingkan SPHPN 2016 dan SNPHAR 2018, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak menurun. Meski demikian, menurut Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati, angkanya masih memprihatinkan.
“Artinya, kita tidak boleh berpuas hati dan berhenti di sini saja. Perjalanan kita masih panjang. Seharusnya tidak boleh ada satu pun anak dan perempuan yang mengalami kekerasan, apa pun alasannya,” kata dia.
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual mendesak
Meski beragam kasus kekerasan seksual terus terjadi, tapi pemerintah dan DPR tak kunjung membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Pada 16 Desember 2021, RUU TPKS batal ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR di rapat paripurna DPR. Lembaga pendamping korban, organisasi masyarakat sipil advokasi hak asasi manusia, akademisi, dan individu-individu pun menyatakan kekecewaan mereka.
RUU TPKS telah sembilan tahun diupayakan menjadi undang-undang sejak pertama kali masuk sebagai usulan masyarakat ke DPR RI.