JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menduga ada eksploitasi ekonomi yang dilakukan terdakwa sekaligus pemilik Pondok Pesantren MH di Bandung, Herry Wirawan kepada para santri yang menjadi korban pemerkosaannya.
Wakil Ketua LPSK Livia Iskandar menuturkan, eksploitasi anak tersebut merujuk fakta persidangan bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak.
"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa Ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas," ujar Livia dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (10/12/2021).
Livia juga mengungkapkan, dalam modus ini, dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku.
Terkait dana-dana tersebut, LPSK meminta Polda Jawa Barat untuk menelusuri aliran uang ini.
Baca juga: Kasus Pemerkosaan 12 Santriwati di Bandung, Stafsus Presiden: Perilaku Tak Beradab
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat diproses lebih lanjut," kata Livia.
Selain itu, Livia juga menyebutkan, para santriwati yang menjadi korban pemerkosaan juga dipaksa oleh pelaku untuk menjadi kuli bangunan.
Mereka dipaksa untuk bekerja sebagai kuli guna membangun gedung ponpes yang terletak di Antapani tersebut.
"Para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," katanya.
Hingga kini, LPSK telah memberikan perlindungan kepada 29 orang, 12 orang di antaranya anak di bawah umur.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.