MUI butuh berapa hektar? 10 ribu hektare? Bukan meter persegi yah, tetapi hektare. 50 ribu hektar ? Tetapi harus diajukan dengan hitung-hitungan yang masuk akal. Penggunaan lahan dan studi kelayakan dari rencana atau proyek harus jelas.
Jokowi berjanji akan meberikan lahan yang diminta MUI mengingat stok tanah masih banyak (Kompas.com, 13 Desember 2021).
Meminjam teori kritis Habermas, saling silang kritik Anwar Abbas dengan Jokowi merupakan sebuah keniscayaan dalam ruang-ruang komunikasi.
Justru kritik dari Anwar Abbas adalah sebuah “kelaziman” dalam sebuah dialog walau secara budaya politik kita masih dianggap “tidak sopan”.
Jurgen Habermas (1981) berargurmen bahwa kemampuan kita dalam berkomunikasi memiliki inti yang universal, struktur dasar dan aturan fundamental yang dikuasai seluruh subyek dalam belajar berbicara dengan suatu bahasa.
Kompetensi komunikatif bukan hanya soal kemampuan memproduksi kalimat-kalimat gramatikal.
Dalam berbicara kepada subyek lain, diungkap juga tentang maksud, perasaan dan hasrat-hasrat kita.
Pada masing-masing dimensi tersebut, setiap orang selalu mengklaim meski biasanya tidak secara implisit.
Validitas yang Anwar Abbas atau Jokowi katakan, yang dimaksud atau diyakini misalnya, klaim atas kebenaran dari apa yang dinyatakan menyangkut dunia obyektif atau klaim atas ketepatan, kesesuaian atau legitimasi tuturan tentang nilai-nilai dan norma-norma bersama dalam kehidupan.
Pada dasarnya, klaim-klaim semacam lontaran kritikan Anwar Abbas dapat diperdebatkan dan dikritik (pula), dipertahankan atau direvisi.
Ada banyak cara untuk mengakhiri klaim yang saling berlawanan misalnya dengan menggunakan otoritas, tradisi dan paksaan.
Di antara cara-cara tersebut, Presiden Jokowi telah mengemukankan alasan untuk membela atau alasan untuk membantah.
Cara yang dipilih Presiden Joko Widodo secara tradisional dipandang sebagai gagasan rasionalitas yang paling dasar dan paling fundamental.
Pengalaman tentang pencapaian pemahaman timbal balik dalam komunikasi yang bebas dari paksaanlah yang coba dilihat Jurgen Habermas demi mengembangkan gagasannya tentang rasionalitas.
Komunikasi selalu mengalami distorsi sekaligus ketimpangan antara satu pihak dengan pihak yang lain.
Tidak adanya dialog terbuka antara satu komunikan dengan komunikan yang lain. Ada kuasa dominan yang kerap sekali mengganggu jalannya dialog.
Dan ironisnya, justru struktur kuasa inilah yang menentukan bagaimana akhir jalinan cerita dari suatu perkara.
Di wilayah yang lain, pihak yang mempunyai posisi tawar lebih rendah selalu menjadi korban ketimpangan struktur kuasa tersebut.
Ada dominasi dan pemaksaan yang terbungkus dalam pelanggengan kekuasaan.
Fenomena ini lazim terjadi di tanah air di masa lalu. Rezim Soeharto yang demikian menutup rapat pintu-pintu dialog dan membumkan suara-suara kritis apalagi “nyinyir”.
Dan Jokowi membuktikan narasi-narasi “kritik” yang dibangun Anwas Abbas adalah sebuah proses dialog untuk menemukan pemecahan bersama.
Jangan alergi dengan kritik karena sejatinya kritik itu adalah vitamin dalam demokrasi!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.