Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atasi Ketimpangan Penguasaan Lahan, Pulihkan Hak Masyarakat atas Tanah

Kompas.com - 16/12/2021, 15:12 WIB
Vitorio Mantalean,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

Dewi menuturkan, rencana penertiban tanah telantar harus ditujukan untuk memulihkan hak-hak masyarakat atas tanah, terutama bagi mereka yang selama ini berada di wilayah konflik agraria dan menghadapi kemiskinan struktural berpuluh tahun

Data KPA pada 2020 menunjukkan, konflik agraria sepanjang tahun mencapai 241 kasus di 359 desa atau kota dan lebih dari 135.000 keluarga terdampak.

Baca juga: Redistribusi HGU dan HGB ala Jokowi Jangan Sampai Hanya Untungkan Elite Lagi

Menurut Dewi, perkebunan skala besar yang tumpang tindih lahan dengan puluhan ribu desa, tanah pertanian, dan kebun rakyat, menjadi penyebab konflik agraria.

Oleh sebab itu, jika serius menggunakan pendekatan reforma agraria, pemerintah mesti mencari cara menyelesaikan tumpang tindih dan penyerobotan lahan rakyat.

Dewi menegaskan, seandainya pemerintah ingin melakukan distribusi ulang tanah-tanah terlantar, masyarakat kecil seharusnya lebih diutamakan ketimbang proposal bisnis.

"Prioritaskan tanah-tanah bekas tanah telantar itu adalah kepada petani kecil, penggarap, buruh tani sehingga produktivitas pertanian rakyat membaik," kata Dewi.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.id, 7 januari 2021, ketimpangan penguasaan hak atas tanah antara masyarakat dan badan hukum masih menjadi permasalahan.

Hal itu berdampak pada timbulnya konflik pertanahan. Pemerintah didorong untuk segera menerbitkan regulasi yang mengatur secara teknis tentang penetapan batas maksimum penguasaan hak atas tanah oleh badan hukum.

Guru Besar Fakultas Hukum UGM Maria Sumardjono menjelaskan, penetapan batas maksimum penguasaan hak atas tanah oleh badan hukum perlu dilakukan.

Sebab, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberi dasar tujuan pembatasan pemilikan dan penguasaan tanah ini demi tercapainya tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

”Pembatasan ini merupakan bentuk intervensi. Hal ini tidak salah karena ada hak menguasai negara dalam Pasal 33 Ayat 3. Kewenangan negara ketika terjadi ketimpangan adalah melakukan intervensi untuk memperkecil ketimpangan ini,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk Memperkarakan Ketimpangan Penguasaan Tanah, Kamis (7/1/2021).

Baca juga: KPA Minta Pembentukan Bank Tanah Dihentikan, Kenapa?

Menurut Maria, amanat soal pembatasan pemilikan dan penguasaan hak atas tanah oleh satu keluarga atau badan hukum sebenarnya telah tertuang dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA).

Aturan teknis terkait pembatasan untuk satu keluarga terkait dengan tanah pertanian juga telah diatur dalam sejumlah undang-undang. Meski demikian, aturan teknis itu hanya ditujukan untuk keluarga atau masyarakat.

Sementara pembatasan penguasaan tanah, baik untuk hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), maupun hak pakai (HP), oleh badan hukum sampai saat ini belum diatur.

Kritik atas Bank Tanah

Selain itu, KPA juga mengkritik pembentukan Bank Tanah yang dianggap bisa menjadi solusi dalam mengatasi ketimpangan pengusaan lahan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com