Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca-putusan MK soal UU Cipta Kerja, KSPI Minta Kebijakan Upah Minimum Dicabut

Kompas.com - 26/11/2021, 11:01 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta seluruh kepala daerah segera mencabut kebijakan upah minimum.

Dengan demikian ketentuan upah minimum kembali ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015.

Hal ini disampaikan Said dalam merespons putusan uji formil Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Adapun hingga Kamis (25/11/2021), 33 provinsi telah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2022 berdasarkan UU Cipta Kerja.

"Seluruh gubernur, bupati, walikoya di wilayah Indonesia wajib mencabut SK perihal upah minimum atau UMP termasuk Gubernur DKI Anies Baswedan harus cabut SK UMP 2022," kata Said, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (25/11/2021).

Baca juga: Pakar: MK Mengonfirmasi Buruknya Perumusan UU Cipta Kerja

Said mengatakan, berdasarkan putusan MK, pemerintah dilarang mengeluarkan kebijakan strategis dan berdampak luas menggunakan UU Cipta Kerja.

Dia mengapresiasi putusan MK tersebut. KSPI dan organisasi buruh lainnya, kata Said, siap berpartisipasi dalam upaya memperbaiki UU sapu jagat tersebut.

"Kami akan ikuti siap sepanjang tidak melanggar UU dan sepanjang tidak mengurangi hak dasar buruh," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum KSPI Said Salahudin mengatakan, dengan adanya keputusan MK tersebut, maka seluruh aturan terkait ketenagakerjaan di dalam UU Cipta Kerja maupun aturan turunannya harus ditangguhkan.

Ia mengatakan, aturan ketenagakerjaan yang berdampak luas bagi kehidupan pekerja atau buruh di antaranya terkait upah pekerja, perjanjian kerja dan jam kerja.

"Dengan kata lain, kita bisa menafsirkan bahwa aturan-aturan ketenagakerjaan yang sifatnya strategis dan berdampak luas harus kembali kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan," kata dia.

Baca juga: MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Apa Dampaknya?

Sebelumnya diberitakan, MK melarang pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis terkait UU Cipta Kerja. .

Adapun larangan ini berkaitan dengan putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkostitusional secara bersyarat dan menjadi permanen apabila tidak dilakukan perbaikan dalam kurun dua tahun sejak putusan diucapkan pada Kamis (25/11/2021).

"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan demgan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya UU Cipta Kerja tidak berdasarkan asas keterbukaan kepada publik.

Menurut MK, meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak, namun pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap subtansi UU.

Baca juga: UU Cipta Kerja Dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat, Pemerintah dan DPR Harus Hati-hati Buat UU

Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja yang dinilai MK tidak mudah diakses oleh masyarakat.

Selain itu, MK menyatakan seluruh UU yang terdapat dalam UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan.

Permohonan uji formil diajukan oleh seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta tiga mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com