Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK Nyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat Dinilai Jadi Jalan Tengah

Kompas.com - 25/11/2021, 16:54 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari STIH Jentera Bivitri Susanti menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat merupakan jalan tengah karena empat dari sembilan hakim MK memiliki pendapat berbeda.

"Bila dilihat dari amar putusan dan adanya empat dari sembilan hakim yang berpendapat berbeda, putusan ini memang seperti 'jalan tengah,'," kata Bivitri saat dihubungi, Kamis (25/11/2021).

Bivitri menuturkan, jalan tengah tersebut sesungguhnya menimbulkan kebingungan karena putusan itu menyatakan bahwa sebuah proses legislasi inkonstitusional.

Artinya, menurut dia, UU Cipta Kerja yang dihasilkan dari proses inkonstitusional juga inkonstitusional, sehingga tidak berlaku.

"Tetapi putusan ini membedakan antara proses dan hasil. Sehingga yang dinyatakan inkonstitusional hanya prosesnya, tetapi UU-nya tetap konstitusional dan berlaku," ujar Bivitri.

Baca juga: MK: UU Cipta Kerja Sulit Dipahami, Ini UU Baru, Perubahan, atau Pencabutan?

Ia mengatakan, untuk uji formil, putusan yang mengabulkan permohonan adalah yang pertama dalam sejarah. Menurut dia, memang tidak mungkin bagi MK untuk menolak permohonan uji formil UU Cipta Kerja.

"Karena memang segala cacat formil yang didalilkan para pemohon cukup sederhana untuk dibuktikan di persidangan karena bahkan cukup kasat mata bagi publik, seperti tidak adanya naskah akhir sebelum persetujuan," kata dia.

Akan tetapi, melihat rekam jejak MK, Bivitri menilai MK juga melakukan pertimbangan politik, tidak hanya hukum, dalam mengeluarkan putusan.

"Karena itulah, jalan keluarnya adalah 'conditionally unconstitutional' atau putusan inkonstitusional bersyarat selama 2 tahun," ujar dia.

Bivitri berpandangan, putusan ini patut diapresiasi karena MK mengonfirmasi buruknya proses perumusan UU Cipta Kerja. Jika tidak ada putusan ini, praktik buruk tersebut bisa mendapat legitimasi dan dapat terus berulang.

Namun, ia menegaskan, putusan itu bukan sebuah 'kemenangan' bagi pemohon karena UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dua tahun mendatang.

Baca juga: UU Cipta Kerja Dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat, KSPI: Aturan Ketenagakerjaan Harus Kembali ke UU Lama

"Yang masih bisa sedikit melegakan adalah karena tidak boleh lagi ada peraturan pelaksana (PP dan Perpres yang diperintahkan secara eksplisit untuk dibuat) dalam 2 tahun ini. Tetapi ini pun berarti, peraturan pelaksana yang sudah ada dan penuh kritik, tetap berlaku," ujar Bivitri.

Diberitakan, MK memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara parlemen.

Dalam pertimbangannya, MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.

Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU. Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com