Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surat Telegram Panglima soal Proses Hukum Anggota TNI yang Tuai Polemik...

Kompas.com - 26/11/2021, 10:58 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beredarnya Surat Telegram Panglima TNI mengenai prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum yang mengharuskan melalui izin komandannya tengah menjadi sorotan publik.

Publik menyoroti aturan ini karena dianggap memberikan keistimewaan bagi prajurit TNI.

Sebab, aturan ini membuat Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan aparat penegak hukum lainnya kini tak bisa dengan bebas memanggil prajurit TNI guna melakukan pemeriksaan terhadap suatu perkara.

"Surat Telegram TNI tentu merupakan upaya untuk memberikan keistimewaan bagi aparat TNI agar kebal terhadap proses hukum yang berlaku," ujar peneliti Kontras Rozy Brilian, dalam keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021).

Baca juga: Telegram Panglima, Pemeriksaan Prajurit TNI di KPK-Polri-Kejaksaan Harus Izin Komandan

Rozy mengatakan, selama ini proses pelanggaran hukum yang dilakukan oleh prajurit TNI masih jauh dari sistem yang transparan dan akuntabel.

Lahirnya peraturan baru ini pun dikhawatirkan dapat menunjukkan upaya perlindungan dari kesatuan terhadap anggotanya dan menebalkan impunitas di tubuh TNI.

Di samping itu, surat telegram ini juga dikhawatirkan berbahaya bagi mental prajurit TNI yang akan dengan mudahnya melakukan berbagai pelanggaran.

"Surat telegram tersebut juga akan menjadi preseden buruk, sebab institusi lain akan melakukan hal serupa untuk lari dari pertanggungjawaban hukum," kata Rozy.

Adapun surat telegram ini bertandatangan dan berstempel Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letnan Jenderal TNI Eko Margiyono mewakili Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, tertanggal 5 November 2021.

Baca juga: Kontras Nilai Telegram Panglima Terkait Proses Hukum Anggota TNI Inkonstitusional

Surat ini keluar tak lepas adanya sejumlah peristiwa pemanggilan prajurit TNI oleh Korps Bhayangkara yang tidak sesuai prosedur.

Untuk itu, aturan ini dibuat bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman, meminimalkan permasalahan hukum, dan terselenggaranya ketaatan prajurit TNI.

Setidaknya terdapat empat poin yang diatur dalam surat telegram Panglima TNI ini, meliputi:

1. Pemanggilan yang dilakukan kepada prajurit TNI oleh Polri, KPK, aparat penegak hukum lainnya dalam rangka untuk memberikan keterangan terkait peristiwa hukum harus melalui Komandan/Kepala Satuan.

2. Pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tidak sesuai dengan prosedur, agar Komandan/Kepala Satuan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang dimaksud.

Baca juga: Soal Aturan Pemeriksaan TNI, Polri Kedepankan Equality Before The Law

3. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di satuannya dengan didampingi Perwira Hukum atau Perwira Satuan.

4. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di kantor aparat penegak hukum yang memanggilnya dengan didampingi Perwira Hukum.

Berlaku di internal

Dikutip dari Harian Kompas terbitan Kamis (25/11/2021), Kepala Oditur Militer Tinggi II Jakarta Brigadir Jenderal TNI Edy Imran menuturkan, pemberlakuan syarat adanya izin komandan sudah berlaku dalam proses hukum di internal TNI ketika akan memeriksa seorang prajurit.

Syarat ini berlaku ketika berjalannya proses pemeriksaan hukum baik di tingkat Polisi Militer maupun Oditurat Militer sebagai penuntut.

Dalam konteks ini, Edy pun membenarkan bahwa komandan memiliki kewenangan.

"Karena di dalam militer ada asas kesatuan komando sehingga memberikan kewenangan pada komandan," kata Edy.

Baca juga: Aparat Penegak Hukum Tak Boleh Sembarangan Panggil Anggota TNI, Ini Kata KPK

Namun, berdasarkan pengalamannya, Edy tidak pernah menemukan adanya komandan yang menghalang-halangi proses hukum terhadap anggotanya.

Di samping itu, Edy mengatakan bahwa surat telegram ini adalah penyegaran dari aturan yang sudah ada.

Surat telegram ini dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Ia memastikan bahwa proses hukum di militer lebih berat. Selain karena hukum pidana, juga ada catatan riwayat hidup sehingga dapat membahayakan karier yang bersangkutan.

"Sekarang saja banyak kasus militer lewat busway yang diproses hukum oleh PM (Polisi Militer) dan itu ada catatan kariernya," kata Edy.

Respons Andika Perkasa

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan bahwa penerapan izin komandan sudah berlaku.

Ia memastikan bahwa adanya izin ini bukan berarti TNI menutup diri.

"Selama ini sudah berlangsung. Sudah berlangsung dan ada mekanismenya. Sama sekali bukan berarti kita menutup pemeriksaan, tidak. Sama sekali tidak," kata Andika di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (23/11/2021).

Menurut Andika, proses penegakan hukum terhadap anggota TNI sudah diatur dalam undang-undang. Namun, ia mengaku belum mengetahui secara detail soal surat telegram tersebut.

Baca juga: Sepekan Andika Perkasa Jabat Panglima TNI, dari Mutasi, hingga Silaturahmi ke Polri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com