JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, yang sudah berlangsung selama kurang lebih satu bulan belum juga surut.
Greenpeace mengatakan penyebab utama banjir di kawasan itu adalah deforestasi atau penebangan hutan yang masif.
Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia Kiki Taufik menyebut deforestasi di Kalimantan Barat telah terjadi sejak tahun 2001.
“Kami memonitor dari tahun 2001-2020, deforestasi di Kalimantan Barat grafiknya naik terus,” sebut Kiki pada Kompas.com, Senin (22/11/2021).
Baca juga: Ditanya Kapan KLHK Datangi Sintang yang Sudah Sebulan Banjir, Sekjen KLHK Jawab Hari Ini
“Dalam periode 2001-2020, Kalimantan Barat kehilangan hutan 1,2 juta hektar,” jelas dia.
Kiki mengungkapkan, maraknya deforestasi di Kalimantan Barat terjadi pada periode 2011 hingga 2015.
Bahkan setiap tahunnya pada periode itu, Kalimantan Barat kehilangan 100 ribu hektar setiap tahun.
Ia menjelaskan kebanyakan hutan ditebang untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan dialihkan menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI).
“Di periode 2001-2020, kehilangan hutan karena kelapa sawit seluas 670 ribu hektar, sementara kehilangan karena HTI seluas 167 hektar,” ucapnya.
Kiki menilai deforestasi tidak berhenti karena pemerintah tidak mengimplementasikan moratorium hutan dan lahan gambut secara maksimal.
“Ditambah penegakan hukum yang tidak memberikan efek jera,” jelas dia.
Baca juga: Banjir Sintang, Ketua Komisi IV Sebut Penyebabnya Pejabat KLHK Biarkan Hutan Dirusak
Dalam pandangan Kiki, Greenpeace selalu membuka ruang untuk memberikan masukan pada pemerintah terkait deforesrasi di berbagai wilayah Tanah Air.
Namun, pemerintah menunjukan sikap resisten pda masukan dan kritik tersebut.
“Saat ini yang terjadi adalah masukan atau kritikan kami atau pegiat lingkungan justru ditanggapi dengan cara-cara yang kurang bijak. Padahal pemerintah bisa mengajak duduk bersama ketimbang berbalas di media sosial,” pungkas dia.
Diketahui Presiden Joko Widodo mengatakan penyebab banjir di Sintang, Kalimantan Barat adalah kurangnya daerah resapan air karena dampak kerusakan lingkungan selama puluhan tahun.