Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenpeace Sebut Banjir Sintang karena Deforestasi, Kalbar Sudah Kehilangan 1,2 Juta Hektar Hutan

Kompas.com - 22/11/2021, 15:47 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, yang sudah berlangsung selama kurang lebih satu bulan belum juga surut.

Greenpeace mengatakan penyebab utama banjir di kawasan itu adalah deforestasi atau penebangan hutan yang masif.

Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia Kiki Taufik menyebut deforestasi di Kalimantan Barat telah terjadi sejak tahun 2001.

“Kami memonitor dari tahun 2001-2020, deforestasi di Kalimantan Barat grafiknya naik terus,” sebut Kiki pada Kompas.com, Senin (22/11/2021).

Baca juga: Ditanya Kapan KLHK Datangi Sintang yang Sudah Sebulan Banjir, Sekjen KLHK Jawab Hari Ini

“Dalam periode 2001-2020, Kalimantan Barat kehilangan hutan 1,2 juta hektar,” jelas dia.

Kiki mengungkapkan, maraknya deforestasi di Kalimantan Barat terjadi pada periode 2011 hingga 2015.

Bahkan setiap tahunnya pada periode itu, Kalimantan Barat kehilangan 100 ribu hektar setiap tahun.

Ia menjelaskan kebanyakan hutan ditebang untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan dialihkan menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI).

“Di periode 2001-2020, kehilangan hutan karena kelapa sawit seluas 670 ribu hektar, sementara kehilangan karena HTI seluas 167 hektar,” ucapnya.

Kiki menilai deforestasi tidak berhenti karena pemerintah tidak mengimplementasikan moratorium hutan dan lahan gambut secara maksimal.

“Ditambah penegakan hukum yang tidak memberikan efek jera,” jelas dia.

Baca juga: Banjir Sintang, Ketua Komisi IV Sebut Penyebabnya Pejabat KLHK Biarkan Hutan Dirusak

Dalam pandangan Kiki, Greenpeace selalu membuka ruang untuk memberikan masukan pada pemerintah terkait deforesrasi di berbagai wilayah Tanah Air.

Namun, pemerintah menunjukan sikap resisten pda masukan dan kritik tersebut.

“Saat ini yang terjadi adalah masukan atau kritikan kami atau pegiat lingkungan justru ditanggapi dengan cara-cara yang kurang bijak. Padahal pemerintah bisa mengajak duduk bersama ketimbang berbalas di media sosial,” pungkas dia.

Diketahui Presiden Joko Widodo mengatakan penyebab banjir di Sintang, Kalimantan Barat adalah kurangnya daerah resapan air karena dampak kerusakan lingkungan selama puluhan tahun.

Maka pemerintah akan membangun persemaian atau nursery diiringi penghijauan baik di hulu atau daerah tangkapan hujan itu sendiri.

Baca juga: Sintang Banjir Parah, Jokowi: Kita Perbaiki Daerah Tangkapan Hujan

Di sisi lain, Ketua Komisi IV DPR Sudin menuding banjir Sintang terjadi karena kelalaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kebutanan (KLHK).

Sudin menuding, pejabat-pejabat KLHK membiarkan pelaku perusakan hutan terus berkeliaran.

Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Mayjen TNI Suharyanto mengatakan banjir di Sintang belum sepenuhnya surut.

Banjir masih berada di ketinggian 80 sentimeter.

Sekretaris Daerah (Sekda) Sintang, Yosepha Hasnah meminta agar segera diberi bantuan berupa terpal, perahu karet, longboat dan dapur umum mobile.

Ia menyatakan dapur umum mobile yang disediakan Kementerian Sosial masih kurang.

Sementara, itu longboat dibutuhkan untuk proses evakuasi warga dan memuat bantuan dengan kuantitas lebih besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com