Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai-ramai Mendukung Penghapusan Kekerasan Seksual di Kampus

Kompas.com - 11/11/2021, 07:45 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peraturan terkait mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini muncul di tengah ketiadaan aturan hukum yang berpihak pada korban.

Apalagi, kasus kekerasan seksual, khususnya di lingkungan perguruan tinggi, makin mengkhawatirkan.

Dukungan terhadap Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi diberikan masyarakat melalui unggahan di media sosial.

Sejumlah warganet mengunggah foto diri mereka menggunakan bingkai yang bertuliskan pernyataan dukungan.

Saya Mendukung Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 disertai tagar #BersamaBerjuangMelawanKS dan #KampusMerdekaKS.

Baca juga: Urgensi Mekanisme Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus

Salah satu dukungan diberikan oleh Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany melalui akun Twitter-nya.

Tsamara berpandangan, isu kekerasan seksual harus menjadi perhatian. Dia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan seksual tidak hentinya terjadi di lingkungan kampus.

Selama ini banyak korban tidak berani bicara atas pelecehan yang dialami karena stigma sosial dan tidak ada jaminan perlindungan dari kampus.

“Permendikbud Ristek ini adalah jawaban dari persoalan yang selama ini dihadapi mahasiswi di kampus,” kata Tsamara kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).

Tsamara juga mengapresiasi soal mekanisme perlindungan terhadap korban kekerasan seksual yang mengalami trauma.

Secercah harapan

Dukungan atas penghapusan kekerasan seksual di kampus juga disuarakan oleh pegiat isu hak asasi manusia (HAM) Nisrina Nadhifah.

Nisrina mengatakan, aturan ini hadir di tengah proses penyusunan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) yang tak kunjung rampung di DPR RI.

Menurut dia, permendikbud ristek seolah menjadi harapan di tengah keputusasaan masyarakat yang ingin kasus kekerasan seksual dapat ditangani secara berkeadilan dan berperspektif korban.

“Dari segi substansi atau isi permendikbud itu sendiri memang sesuai namanya, mencakup elemen pencegahan dan juga penanganan kekerasan seksual,” ucap Nisrina kepada Kompas.com, Rabu.

Baca juga: LBH APIK: Perlu Ada Mekanisme Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus

Hal senada diungkapkan mahasiswi pascasarjana di Jakarta, Ricka Putri (24). Dia menilai Permendikbud Ristek 30/2021 merupakan harapan di tengah kekosongan payung hukum terkait kekerasan seksual, khususnya di lingkungan kampus.

Ricka berharap, kebijakan ini dapat menolong banyak orang di lingkungan kampus yang menjadi korban kekerasan seksual untuk semakin berani bersuara memperjuangkan keadilan.

“Hal ini buat gue pribadi seperti cahaya di tengah kegelapan,” kata Ricka, saat dihubungi, Rabu.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie (kiri) bersama Calon Legislatif (Caleg) PSI yang juga Ketua DPP PSI Bidang Eksternal Tsamara Amany (kanan) menunjukkan formulir pendaftaran Tsamara Amany sebagai Caleg PSI di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta, Kamis (26/10). Dalam kesempatan tersebut Tsamara Amany juga mendeklarasikan gerakan Solidaritas Kaum Muda Melawan Korupsi (SIKAP) yang merupakan sayap gerakan PSI untuk mengajak anak-anak muda berjuang memerangi korupsi. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/ama/17.Aprillio Akbar Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie (kiri) bersama Calon Legislatif (Caleg) PSI yang juga Ketua DPP PSI Bidang Eksternal Tsamara Amany (kanan) menunjukkan formulir pendaftaran Tsamara Amany sebagai Caleg PSI di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Jakarta, Kamis (26/10). Dalam kesempatan tersebut Tsamara Amany juga mendeklarasikan gerakan Solidaritas Kaum Muda Melawan Korupsi (SIKAP) yang merupakan sayap gerakan PSI untuk mengajak anak-anak muda berjuang memerangi korupsi. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/ama/17.

Darurat kekerasan seksual

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, kekerasan seksual telah menjadi fenomena gunung es.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online (Simfoni) pada Januari–Oktober 2021, terdapat 7.913 korban kekerasan terhadap perempuan, yang mana 14,5 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.

Sementara itu, terdapat 12.262 korban kekerasan terhadap anak, di mana 53,9 persen merupakan korban kekerasan seksual.

"Perlu menjadi perhatian, jumlah tersebut adalah berdasarkan pelaporan. Sementera fenomena kekerasan apalagi kekerasan seksual seperti gunung es, yaitu jumlah yang sebenarnya dapat lebih besar lagi," kata Bintang, dikutip dari siaran pers, Rabu (10/11/2021).

Baca juga: Menteri PPPA: Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Nyata, Kerap Tidak Tertangani

Selain itu, kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) di 16 provinsi sering menerima pengaduan dan mendampingi korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Kendati demikian, Koordinator Pelaksana Harian LBH APIK, Khotimun Sutanti mengatakan, masih banyak kekerasan seksual di kampus yang tidak dilaporkan.

Sebab, tidak ada mekanisme pengaduan serta jaminan terkait respons dari kasus tersebut.

“Terdapat rasa khawatir korban tidak terjamin kerahasiaan, adanya stigma yang menyudutkan korban, tekanan dari pelaku yang memiliki otoritas di perguruan tinggi, serta khawatir tidak mendapatkan respons positif saat melaporkan kasus-kasus tersebut,” kata Khotimun, Senin (8/11/2021).

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, sepanjang 2015-2020, terdapat sekitar 27 persen aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.

Setidaknya, sudah ada 51 kasus kekerasan seksual yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode itu, mulai dari jenjang PAUD hingga perguruan tinggi, yang diadukan ke Komnas Perempuan.

Dari 51 kasus tersebut, tercatat universitas menempati urutan pertama yaitu dengan persentase 27 persen, kemudian diikuti pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam dengan urutan 19 persen dan jenjang SMU/SMK dengan 15 persen.

Kemudian, 7 persen terjadi di tingkat SMP, dan masing-masing 3 persen di jenjang TK, SD, SLB, dan Pendidikan berbasis agama Kristen.

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kenapa RUU PKS Tak Kunjung Disahkan?

Peserta aksi mengikuti acara peringatan Hari Perempuan Sedunia di Jalan M.H Thamrin, Jakarta, Minggu (8/3/2020). Dalam aksi tersebut mereka menuntut pentingnya perubahan sistemik untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA Peserta aksi mengikuti acara peringatan Hari Perempuan Sedunia di Jalan M.H Thamrin, Jakarta, Minggu (8/3/2020). Dalam aksi tersebut mereka menuntut pentingnya perubahan sistemik untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.

21 bentuk kekerasan seksual

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Kemendikbud Ristek, Nizam menegaskan, Permendikbud Ristek 30/2021 hanya fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.

Nizam menegaskan, beleid ini sama sekali tidak melegalkan seks bebas atau perbuatan zina.

“Mohon tidak ditafsirkan pada hal di luar apa yang diatur dalam permendikbud ini. permendikbud ristek ini tidak mengatur aspek di luar kekerasan seksual,” kata Nizam dalam kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).

Adapun dalam Permendikbud Ristek 30/2021, kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, serta melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Setidaknya, ada 21 bentuk kekerasan seksual yang tertulis dalam beleid tersebut.

Beberapa diantaranya menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, serta siulan yang bernuansa seksual pada korban, memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual, mengintip korban, hingga memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja tanpa persetujuan korban.

Baca juga: Dirjen Dikti: Kekerasan Seksual di Kampus Mengkhawatirkan, tetapi Tak Ada Payung Hukumnya

Dari aspek pencegahan, permendikbud ristek ini mengarahkan perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Sementara itu, terkait penanganan kasus kekerasan seksual, perguruan tinggi dituliskan memiliki kewajiban melakukan penanganan terhadap korban melalui mekanisme pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.

Dalam hal sanksi, pelaku kekerasan seksual dapat dikenakan sanksi, baik sanksi ringan, sedang, dan berat.

Sanksi administratif berat dapat berupa mengeluarkan mahasiswa atau memberhentikan tenaga pendidik dari jabatannya di kampus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com