Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Dugaan Suap Kasus Pajak, Saksi Sebut Ada Perbedaan Penghitungan Wajib Pajak

Kompas.com - 09/11/2021, 15:20 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang saksi bernama Naufal Binnur mengatakan ada perbedaan jumlah kewajiban pajak yang mesti dibayarkan PT Gunung Madu Plantations (GMP).

Naufal adalah manager Forsite Consulting, konsultan pajak yang sempat digunakan oleh PT GMP.

Perbedaan itu terkait penghitungan kewajiban pajak PT GMP yang dihitung oleh Forsite Consulting, dengan hasil pemeriksaan tim pemeriksa pajak.

Padahal, berdasarkan tanggapan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) mestinya pajak yang dibayarkan PT GMP hanya berkisar Rp 4 hingga Rp 5 miliar.

“Terkait tanggapan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) menurut kami tambahannya Rp 4 sampai Rp 5 miliar. Itu menurut kami,” terang Naufal dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (9/11/2021).

Dalam persidangan ini, Naufal dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terdakwa mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno dan Dadan Ramdani.

Baca juga: Haji Isam Laporkan Saksi Kasus Suap Pajak ke Bareskrim Polri, Ini Kata KPK

Dalam kesaksiannya, Naufal mengatakan bahwa petugas pajak datang lagi dan meminta tambahan pembayaran pajak senilai Rp 20 miliar.

“Setelah submit SPT tahunan, kantor pajak datang lagi untuk audit, lalu ada tambahan Rp 20 miliar lagi,” ungkap Naufal.

Mendengar keterangan itu hakim kemudian mencecar Naufal kembali.

“Setelah diaudit pemeriksa pajak tadi?,” tanya hakim.

“Iya Pak,” tutur Naufal.

Meski ada perbedaan perhitungan, Naufal menceritakan bahwa PT Gunung Madu Plantations tidak mengajukan keberatan.

Namun dalam persidangan, Naufal mengaku tak mengetahui alasan PT GMP tak melakukan upaya banding atau keberatan atas SPHP pemeriksa pajak itu.

Diketahui dalam perkara ini Angin dan Dadan didakwa menerima suap senilai total Rp 57 miliar.

Baca juga: Kasus Suap Pajak, KPK Dalami Peran Tersangka Konsultan Pajak

Suap diduga diterima dari tiga pihak. Pertama, dari dua orang konsultan pajak PT Gunung Madu bernama Aulia Imran Magribi dan Ryan Ahmad Ronas.

Kedua, penerimaan suap dari kuasa Bank Pan Indonesia (Panin) Veronika Lindawati.

Terakhir, diduga keduanya menerima suap dari konsultan PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo.

Jaksa mendakwa Angin dan Dadan dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Jika terbukti keduanya terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun dan pidana denda Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com