Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Pelaku Perjalanan Udara Wajib PCR, Satgas: Ini Uji Coba Pelonggaran Mobilitas

Kompas.com - 22/10/2021, 11:41 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19.

Melansir Kompas.com, Jumat (22/10/2021), khusus bagi pelaku perjalanan moda transportasi udara untuk tujuan ke wilayah Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali level 3 dan 4 diwajibkan menunjukkan dua dokumen.

Dua dokumen tersebut yaitu kartu vaksin minimal vaksinasi dosis pertama dan surat keterangan hasil reverse transcription (RT) polymerase chain reaction (PCR) dengan pengambilan sampel dalam waktu 2 x 24 jam sebelum keberangkatan.

"Pengetatan metode testing menjadi PCR untuk moda transportasi udara wilayah Jawa-Bali dan di luar Jawa-Bali level 3 dan 4, merupakan bagian dari uji coba pelonggaran mobilitas dengan prinsip kehati-hatian," imbuh Juru Bicara (Jubir) Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito seperti dimuat laman covid19.go.id, Kamis (21/10/2021).

Baca juga: Ini Biaya Tes PCR Terbaru di Indonesia sebagai Syarat Naik Pesawat

Pemerintah, kata dia, juga akan melakukan evaluasi kebijakan yang sekarang diterapkan. Hal ini pun tidak menutup kemungkinan adanya penyesuaian kebijakan di masa yang akan datang.

Menurut Wiku, penggunaan RT-PCR sebagai metode testing lebih sensitif sehingga mampu mendeteksi orang terinfeksi lebih baik daripada metode testing rapid antigen.

"Lewat metode testing RT-PCR akan dapat mencegah potensi orang terinfeksi lebih dini. Dengan begitu orang tersebut tidak akan menulari orang lain dalam suatu tempat atau berkapasitas padat," ucapnya.

Penentuan leveling kabupaten dan kota

Terkait penentuan leveling kabupaten dan kota, Wiku menjelaskan, pihaknya telah melakukan pendataan hasil leveling per kabupaten atau kota yang diinput dengan berbagai metode.

“Pendataan hasil leveling, kami lakukan dengan metode konvensional maupun digital yang disesuaikan dengan kesiapan sarana dan prasarana di masing-masing daerah,” ucapnya.

Data yang terkumpul untuk perhitungan indikator laju penularan maupun respon kesehatan tersebut akan diakumulasi dari data hasil sistem new all record (NAR).

Tidak hanya dari sistem NAR, data yang terkumpul juga diverifikasi dari setiap dinas kesehatan (dinkes) dan langsung dilaporkan ke bagian Public Health Emergency Operations Center (PHEOC) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Baca juga: Kemenkes: Gelombang Ketiga Covid-19 Pasti Terjadi

"Dan hasil level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) per kabupaten atau kota secara nasional dapat dipantau pergerakannya oleh publik di laman https://vaksin.kemkes.go.id pada bagian situasi Covid-19," imbuh Wiku.

Adapun terkait pencapaian herd immunity masyarakat, ia menyatakan bahwa hal tersebut dapat dinilai dari strategi kebijakan yang berlandaskan pada fakta dan data di lapangan.

Bukan cuma itu, kata dia, pencapaian herd immunity juga juga berpijak pada hasil monitoring dan evaluasi kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya,” ucap Wiku.

Ia mengaku, pemerintah saat ini sedang melakukan sero survei untuk mengetahui kadar antibodi yang terbentuk di masyarakat, baik akibat vaksinasi atau pasca-tertular.

Baca juga: Ilmuwan WHO Sebut Vaksinasi Dapat Membentuk Herd Immunity secara Aman

Lebih lanjut, Wiku menyampaikan, hasil analisis data PeduliLindungi akan digunakan untuk mengetahui efektivitas skrining kesehatan di berbagai fasilitas publik.

"Kedua hasil ini dapat menjadi dasar penentuan strategi pengendalian ke depan. Khususnya pada periode kritis, yaitu libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru)," tegas Wiku.

Selain hasil analisis, pemerintah juga terus mengingatkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan (prokes) sebagai upaya pengendalian kenaikan kasus Covid-19 akibat libur Nataru.

Adapun prokes yang dimaksud, yaitu dengan menerapkan aturan 6M, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com