Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Ketua KPK Cerita soal Peserta Lelang di Daerah yang Kalah karena Tak Perhitungkan "Fee"

Kompas.com - 06/10/2021, 21:34 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menceritakan bahwa dia pernah menerima WhatsApp atau pesan singkat dari seseorang di daerah yang kalah lelang pengerjaan proyek.

Menurut dia, peserta itu kalah setelah melakukan penawaran 80 persen di bawah harga perkiraan sendiri (HPS).

"Saya dapat WA (WhatsApp) dari salah satu peserta lelang di daerah, dia menawar harga paling rendah, tidak menang," ujar Alex dalam webinar "Cegah Korupsi di Pengadaan Jasa Konstruksi", Rabu (6/10/2021).

"Dari penilaian panitia atau ULP (unit layanan pengadaan), harga penawarannya dianggap tidak wajar," kata dia.

Baca juga: Beredar Surat Penyelidikan Korupsi di Kabupaten Gowa, KPK Pastikan Itu Palsu

Peserta yang menawarkan harga rendah di bawah 80 persen dari HPS itu, ujar Alex, tidak hanya dilakukan oleh satu peserta, tetapi ada tiga peserta lainnya.

Dari informasi yang diceritakan kepadanya, keempat peserta itu akhirnya tidak lolos karena dianggap memberikan harga yang tidak wajar.

"Yang menang tender di urutan kelima, yang harganya itu Rp 1,5 miliar, lebih dibandingkan harga terendah yang ditawarkan," kata Alex.

Ia pun bertanya kepada peserta lelang yang kalah lelang itu terkait penawaran harga di bawah HPS tersebut.

Menurut pengakuan peserta lelang itu, kata Alex, mereka telah memperhitungkan dengan matang keuntungan untuk perusahaan.

Namun, empat peserta itu tidak memperhitungkan fee untuk pihak lain di luar perusahaan.

"Saya sempat bertanya, apakah dengan harga terendah tersebut itu sudah untung? 'Sudah Pak Alex, itu sudah kita perhitungkan dengan keuntungan 15 persen. Memang hitungan kami itu tidak menghitung adanya pemberian fee kepada pejabat-pejabat atau pihak-pihak di luar itu'," ucap Alex.

"Murni keuntungan perusahaan sudah dihitung 15 persen sehingga dia bisa menawar harga yang rendah di bawah 80 persen dari HPS. Itu cerita dia," ucap dia.

Baca juga: Dugaan Orang Dalam Dikendalikan Azis Syamsuddin Pengaruhi Independensi KPK

Menurut Alex, berdasarkan pengalaman KPK dalam menangani berbagai kasus suap di bidang pengadaan barang dan jasa, para pengambil kebijakan memang kerap meminta fee sebesar 5 sampai dengan 15 persen.

"Nah saya tidak tahu, apakah selisih harga yang 1,5 miliar itu untuk menanggulangi atau untuk menutup fee tersebut yang 15 persen. Saya sudah minta koordinator wilayah terkait di KPK untuk mendalami ini," kata dia.

"Ini fakta-fakta yang sering diungkap oleh KPK saat KPK melakukan penindakan terhadap perkara suap terkait pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi," ucap Alex.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com